TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah mengkritisi konsep Koalisi Indonesia Bersatu atau KIB. Menurutnya, koalisi tidak tepat dalam sistem presidensial karena dianggap sebagai persekongkolan.
Selain itu, mestinya kepentingan rakyat sekarang juga lebih dipikirkan elite politik.
“Itu yang saya bilang, kadang-kadang elite itu ngumpul enggak pake akal, enggak pake konsep. Cuma kaya orang ngumpul-ngumpul di pos ronda. Kan enggak boleh begitu, nasib rakyat kan harus lebih serius kita pikirkan,” ujarnya saat ditemui di Komplek Parlemen, Selasa, 7 Juni 2022.
Dia mengatakan, koalisi adalah terminologi dalam sistem parlementer. Sebab dalam presidensial itu semestinya rakyat memilih presiden dan berkoalisi dengan rakyat, serta DPR dipilih sebagai pengawas atau oposisi terhadap eksekutif.
“Karena bunyi dari Undang-Undangnya, konstitusinya begitu. Jadi saya kira elite kita semacam ada kekurangan memahami, sistem kita ini bahwa tidak ada namanya koalisi di dalam sistem presidensial,” kata dia.
Menurut Fahri, pemikiran partai dalam Koalisi Indonesia Bersatu pun masih berbeda satu sama lain. Karena dianggap ada yang masih menunda pembicaraan calon presiden, bicara visi misi bersama lebih dulu, dan justru ada yang sudah mengusung calon presidennya sendiri.
“Coba panggil semua ketua umum partai KIB itu, saya kasih tau enggak ada itu yang namanya koalisi itu, salah itu berpikirnya. Ini keliru,” ujarnya.
Eks politikus PKS itu mengatakan, dalam menghadapi Pemilu 2024 nanti tidak perlu ada koalisi. Semua partai politik pun juga mesti berani mengajukan nama ketua umumnya sebagai calon presiden.
Tetapi, itu bisa terwujud jika tidak ada ambang batas suara. “Kita mau menyelenggarakan Pileg dan Pilpres bersamaan, oke, dengan threshold nol persen, dan enggak perlu ada koalisi,” katanya.
Baca juga: Pakar Politik Menilai Perjanjian KIB Tak Jamin Solid Sampai Pemilu 2024
FAIZ ZAKI
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini