TEMPO.CO, Jakarta - Komisi I DPR RI menargetkan pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) bisa selesai dalam bulan ini. Guna mempercepat pembahasan, DPR akan menggelar rapat konsinyering membahas dengan pemerintah pekan depan.
"Target kami minggu depan melakukan konsinyering untuk menindaklanjuti rapat hari ini. Mudah-mudahan, dalam bulan ini PDP sudah bisa dituntas, karena UU PDP ini sudah dalam beberapa masa sidang kita perpanjang terus," ujar Anggota Komisi I DPR, Yan Permenas Mandenas, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa, 7 Juni 2022.
Pembahasan RUU PDP sebelumnya mengalami tarik ulur karena ada perbedaan pandangan mengenai otoritas lembaga pengawas perlindungan data pribadi. Awalnya pemerintah menyetujui usulan DPR untuk membentuk otoritas perlindungan data pribadi yang bersifat independen dan bertanggung jawab kepada presiden. Belakangan pemerintah justru kembali pada sikap awal, menginginkan pembentukan otoritas PDP di bawah Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Kominfo. Akibatnya, terjadi deadlock dalam pembahasan RUU PDP.
Menurut Yan, komisi dan pemerintah kini sudah mencapai titik terang soal otoritas perlindungan data pribadi. DPR dan Pemerintah sepakat menyerahkan kepada presiden untuk menunjuk pemegang otoritas.
"Dalam pembahasan hari ini, sudah clear di bawah pemerintah gitu, tapi tergantung bapak presiden, beliau yang menugaskan siapa. Tapi kami mendorong di bawah presiden, sehingga undang-undang berlaku multisektor bisa memantau berbagai macam isu dan juga bisa mengawasi berbagai macam kepentingan publik dan kepentingan pemerintah yang bersinggungan langsung dengan PDP," ujar dia.
Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi Djafar mengusulkan agar perlindungan data pribadi sebaiknya di bawah otoritas independen. "Praktik terbaik implementasi UU PDP di berbagai negara, yang mayoritas memiliki Otoritas PDP independen, mestinya bisa menjadi rujukan bagi Indonesia, perihal pentingnya keberadaan Otoritas PDP yang independen," ujarnya beberapa waktu lalu.
Wahyudi menilai, jika otoritas PDP di bawah Kominfo, maka kementerian tersebut akan duduk sebagai pemain sekaligus wasit (pengendali data sekaligus juga pengawas terhadap dirinya sendiri), yang ditengarai bakal sulit untuk mengambil keputusan secara objektif, fair dan adil.
"Harus diingat, data hari ini tidak hanya dikumpulkan dan diproses oleh swasta dengan motif ekonomi, tetapi juga untuk tujuan politik. Termasuk di dalamnya penggunaan data pribadi dalam kampanye pemilu, untuk tujuan pemenangan kontestasi politik elektoral," tuturnya.
Kedua, meletakkan otoritas PDP sebagai lembaga pemerintah atau pun lembaga pemerintah nonkementerian (LPNK) dinilai membuat posisinya rentan dibubarkan. Hal ini mengingat bahwa pada dasarnya LPNK adalah institusi pemerintah, yang berada di bawah wewenang presiden sebagai kepala tertinggi pemerintahan.
Ketiga, menempatkan otoritas PDP sebagai badan di bawah kementerian atau LPNK dinilai berisiko besar pada keefektifan dalam pengambilan keputusan dan berpotensi terjadi kerancuan ihwal pengambil keputusan tertinggi antara Kepala Otoritas atau Menteri Kominfo.
Keempat, jika otoritas PDP didudukkan sebagai institusi pemerintah, maka fungsi-fungsi yang melekat dan seharusnya menjadi tanggung jawab lembaga ini dinilai tidak akan bisa dilaksanakan secara efektif.
DEWI NURITA
Baca: PKS Sebut RUU Perlindungan Data Pribadi Mendesak Disahkan
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini