TEMPO.CO, Banjarmasin - Terdakwa dugaan suap peralihan ijin usaha pertambangan, Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo, dituntut penjara selama lima tahun dan denda Rp 1,3 miliar oleh jaksa penuntut umum dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Senin 6 Juni 2022. Dwidjono yang menjabat sebagai Bekas Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Tanah Bumbu sempat menyeret eks Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming dalam kasus ini.
“Menjatuhkan pidana terdakwa Ir Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo dengan pidana penjara selama lima tahun dikurangi selama terdakwa berada di dalam tahanan dan perintah terdakwa tetap dalam tahanan. Menjatuhkan pidana denda terhadap terdakwa sebesar 1 miliar 300 juta rupiah, dengan ketentuan apabila tidak dibayar maka diganti pidana kurungan selama satu tahun,” kata anggota JPU Wendra Setiawan saat membacakan tuntutan.
Dalam dakwaan kesatu dan kedua, menurut JPU, terdakwa Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 12 huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor. Terdakwa juga melakukan tindak pidana pencucian uang sebagaima diatur dan diancam dalam pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan TPPU, sebagaimana dakwaan kedua primer.
JPU menilai faktor yang memberatkan bahwa perbuatan terdakwa Dwidjono tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi; perbuatan terdakwa menjatuhkan wibawa, etika, dan moralitas ASN dalam pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN; terdakwa menikmati hasil kejahatannya; dan terdakwa merasa bersalah.
“Yang meringankan terdakwa berlaku sopan di persidangan, tidak pernah dihukum melakukan tindak pidana, terdakwa memiliki tanggungan keluarga, dan terdakwa sudah mengabdi selama 30 tahun sebagai PNS,” lanjut JPU Wendra Setiawan.
Atas tuntutan JPU, terdakwa Dwidjono diberi kesempatan melakukan pembelaan atau sidang pleidoi pada Senin, 13 Juni 2022.
Perkara yang menjerat terdakwa Dwidjono bermula dari terbitnya Surat Keputusan Bupati Tanah Bumbu Nomor 296 Tahun 2011 tentang Persetujuan Pelimpahan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi PT Bangun Karya Pratama Lestari (PT BKPL) Nomor 545/103/IUP-OP/D.PE/2010 kepada PT Prolindo Cipta Nusantara (PT PCN) pada Mei 2011. Padahal, peralihan IUP tidak dibelehkan karena menabrak ketentuan pasal 93 ayat 1 UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba.
Kejaksaan Agung menuding Dwidjono Putrohadi Sutopo menerima suap yang disamarkan dalam bentuk hutang dari PT PCN senilai Rp 27,6 miliar.
Uang sebanyak itu terdiri dari Rp 13,6 miliar di dalam ATM Bank Mandiri atas nama Yudi Aron, dan transfer ke beberapa rekening perusahaan sejumlah Rp 14 miliar. Dwidjono juga sebagai pemilik PT Borneo Mandiri Prima Energi (BMPE), dengan Direktur Utama Bambang Budiono dan Komisaris Sugiarti.
Selain untuk modal kerja PT BMPE sebagai kontraktor tambang batu bara, sebagian uang suap itu dibelikan aset tanah, rumah, mobil, dan memenuhi kebutuhan hidup. Dwidjono juga mengirimi uang ke istri mudanya, Artika, senilai Rp 20-50 juta setiap bulan.
Dalam persidangan, Dwidjono membantah tudingan tersebut. Dia mengaku diperintah oleh Bupati Tanah Bumbu, Mardani H Maming, untuk membantu peralihan IUP dari PT BKPL kepada PT PCN. Mardani yang kini menjabat sebagai Bendahara Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), menurut Dwidjono, memperkenalkannya dengan Dirut PT PCN, Henry Seotio, di Jakarta.
Selain itu, Dwidjono berkata Ketua DPD PDIP Kalimantan Selatan itu menandatangani lebih dahulu SK peralihan IUP dari PT BKPL ke PT PCN. Dia kemudian membubuhkan paraf setelah Mardani.
Soal uang yang dia terima, Dwidjono mengaku telah menyelesaikan utang-piutangnya ke PT PCN. Kuasa hukum Dwidjono, Isnaldi, bahkan sempat mensinyalir adanya aliran dana kepada dua perusahaan yang terafiliasi dengan PT Batulicin 69, perusahaan milik keluargan Mardani.
Isnaldi mengirimkan surat kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah Kejaksaan Agung tak juga memproses dugaan aliran dana kepada Mardani yang merupakan Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI).
Baca: Mardani H Maming Seret Nama Haji Isam, Pengacara: Terkait Masalah Apa?