TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Ombudsman RI M Najih mengatakan pihaknya masih memverifikasi laporan terhadap Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. Ini berkaitan dengan dugaan maladministrasi penentuan penjabat kepala daerah yang dilakukan Tito.
“Sedang diverifikasi oleh keasistenan pengaduan masyarakat,” katanya kepada Tempo, Ahad, 5 Juni 2022.
Ihwal rencana pemanggilan terhadap Mendagri Tito Karnavian, dan poin krusial dalam laporan, Najih belum bisa menjawab secara detail.
Najih menegaskan saat ini, Ombudsman tengah menelaah dan melakukan verifikasi untuk mencermati dan memastikan laporan tersebut.
Ia mengatakan pihaknya sudah memprediksi bahwa masalah pelantikan penjabat kepala daerah akan menimbulkan ketidak puasan masyarakat.
“Ombudsman RI akan melihat apakah pengisian PJ sesuai prosedur dan syarat ketentuannya, juga apakah telah memperhatikan prinsip-prinsip umum pemerintahan yang baik,” kata Najih.
Sebelumnya, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan atau KontraS bersama Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) melaporkan Menteri Dalam Negeri ke Ombudsman Republik Indonesia pada Jumat, 3 Juni 2022.
Dugaan Maladministrasi
Laporan atas dugaan maladministrasi berkaitan dengan proses penentuan penjabat kepala daerah yang dianggap tidak diselenggarakan secara transparan, akuntabel, dan partisipatif.
“Tindakan maladministrasi tersebut berkenaan dengan dugaan penyimpangan prosedur dan pengabaian kewajiban hukum yang dilakukan oleh Mendagri. Tindakan tersebut dibuktikan dari dilantiknya lima orang menjadi penjabat gubernur pada 12 Mei 2022,” kata KontraS, ICW, dan Perludem dalam keterangan tertulis.
Kelima penjabat daerah tersebut adalah Al Muktabar (Sekretaris Daerah Banten) sebagai Penjabat Gubernur Banten; Ridwan Djamaluddin (Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral) sebagai Penjabat Gubernur Kepulauan Bangka Belitung; Akmal Malik (Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri) sebagai Penjabat Gubernur Sulawesi Barat.
Lalu, Hamka Hendra Noer (Staf Ahli Bidang Budaya Sportivitas Kementerian Pemuda dan Olahraga) sebagai Penjabat Gubernur Gorontalo, serta Komisaris Jenderal (Purn) Paulus Waterpauw (Deputi Bidang Pengelolaan Potensi Kawasan Perbatasan Kementerian Dalam Negeri) sebagai Penjabat Gubernur Papua Barat.
Selanjutnya yang terbaru, seorang perwira tinggi (Pati) TNI yang masih aktif, yaitu Brigjen Andi Chandra As’Aduddin yang ditunjuk menjadi Penjabat Bupati Seram Bagian Barat.
“Dari sejumlah nama di atas, kami menilai pengangkatan yang dilakukan berpotensi menghadirkan konflik kepentingan serta melanggar asas profesionalitas sebagai bagian tak terpisahkan dari Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) karena menduduki dua jabatan sekaligus secara aktif,” ujarnya.
Menurutnya, Mendagri dalam hal ini telah menempatkan penjabat kepala daerah secara tidak transparan dan akuntabel dan dalam penempatan TNI-Polri sebagai Penjabat Kepala Daerah telah menerabas berbagai peraturan perundangan seperti UU TNI, UU Polri, UU ASN, UU Pemilihan Kepala Daerah hingga dua Putusan Mahkamah Konstitusi.
MUTIA YUANTISYA