TEMPO.CO, Jakarta - Junaidi, Pengacara Andi Syamsuddin Arsyad alias Haji isam, mengatakan kliennya tak punya masalah dengan mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H. Maming. Junaidi mempertanyakan alasan Mardani menyinggung nama kliennya seusai diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis kemarin, 2 Juni 2022.
“Pak Haji Isam tidak punya masalah dengan Pak Mardani, kalau menurut Pak Mardani ada masalah dengan Pak Haji Isam, silahkan tanya ke Pak Mardani apa masalahnya,” kata Junaidi lewat keterangan tertulis, Jumat, 3 Juni 2022.
Junaidi mengatakan KPK pasti punya alasan memeriksa Mardani. Dia mengatakan pemeriksaan itu pasti berkaitan dengan Mardani saat menjabat Bupati Tanah Bumbu.
“Kita lihat fakta hukumnya saja,” ujar dia.
KPK memeriksa Mardani H Maming selama 12 jam pada Kamis kemarin. Usai menjalani pemeriksaan, Mardani menyinggung nama Haji Isam. Dia mengatakan pemeriksaannya oleh KPK karena masalahnya dengan perusahaan Johnlin grup milik Haji Isam.
"Saya hadir di sini sebagai pemeriksaan pemberi informasi penyelidikan, tapi intinya saya di sini karena permasalahan saya dengan Haji Syamsuddin atau Haji Isam pemilik Jhonlin Group," kata Mardani di lobi Gedung KPK.
KPK memanggil Mardani untuk dimintai keterangan dalam penyelidikan kasus korupsi.
“Ada permintaan keterangan dan klarifikasi yang bersangkutan oleh tim penyidik,” kata plt juru bicara KPK Ali Fikri, Kamis, 2 Juni 2022.
Ali tak menjelaskan materi pemeriksaan terhadap politikus PDIP tersebut. Ali mengatakan belum bisa memberi keterangan karena masih di tahap penyelidikan.
Nama Mardani sebelumnya mencuat dalam sidang kasus suap pengalihan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu. Terdakwa dalam kasus ini adalah mantan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Tanah Bumbu Dwidjono Putrohadi Sutopo.
Pengalihan IUP dari PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) ke PT Prolindo Cipta Nusantara (PT PCN) pada 2011 itu dianggap melanggar Undang-Undang Minerba karena izin itu sebenarnya tidak boleh dialihkan. Kejaksaan Agung menetapkan Dwidjono sebagai tersangka karena dia diduga menerima aliran dana Rp 10 miliar dari PT PCN.
Dalam persidangan, Dwidjono membantah tudingan itu dan menyatakan bahwa dana Rp 10 miliar itu merupakan urusan utang-piutang yang telah dia selesaikan dengan PT PCN. Dwidjono juga menyatakan bahwa dirinya diperkenalkan dengan Direktur PT PCN, Henry Soetio, oleh Mardani yang menjabat sebagai Bupati Tanah Bumbu di sebuah tempat di Jakarta pada Februari 2011. Henry sendiri telah meninggal pada 2021.
Dia menyatakan sempat tak memproses pengalihan IUP tersebut karena tahu hal itu melanggar undang-undang. Dwidjono juga menyatakan terpaksa menandatangani Surat Keputusan pengalihan IUP itu karena Mardani telah menandatanganinya terlebih dahulu.
Pihak Dwidjono sempat menuliskan surat kepada KPK untuk ikut menelusuri kasus ini. Pengacara Isnaldi, dalam surat yang salinannya diterima Tempo tersebut menyatakan bahwa Mardani yang saat kejadian perkara menjabat sebagai Bupati Tanah Bumbu seharusnya ikut bertanggung jawab.
Isnaldi juga membeberkan keterlibatan Mardani dalam surat itu, termasuk soal dugaan adanya aliran dana kepada Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI) itu.
Adik Henry, Christian Soetio yang kini menjabat sebagai Direktur Utama PT PCN memperkuat pernyataan Dwidjono. Dalam persidangan, Christian mengakui bahwa Dwidjono memiliki urusan utang-piutang dengan perusahaannya dan telah dibayar tuntas.
Dalam sidang tersebut, Christian juga mengungkapkan adanya aliran dana sebesar Rp 89 miliar melalui PT Permata Abadi Raya (PAR) dan PT Trans Surya Perkasa (TSP). PT PAR dan TSP merupakan dua perusahaan yang terafiliasi dengan PT Batulicin 69 milik keluarga Mardani.
Mardani yang juga sempat hadir sebagai saksi dalam persidangan Dwidjono membantah terlibat dalam proses pengalihan IUP itu. Ketua DPD PDIP Kalimantan Selatan itu menyatakan tak tahu jika proses tersebut melanggar undang-undang.
Dia mengaku menandatangani SK pengalihan IUP itu karena telah diperiksa oleh Dwidjono dan anak buahnya yang lain.
Pengacara Mardani H Maming, Irfan Idham, juga membantah adanya aliran dana haram ke PT PAR dan PT TSP. Irfan mengatakan aliran dana itu merupakan bagian dari pendapatan PT PAR dan PT TSP dalam kerjasamanya dengan PT PCN. Bahkan, dia menyatakan bahwa PT PCN masih memiliki utang sebesar Rp 106 miliar kepada perusahaan milik Bendahara Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tersebut. Masalah ini, menurut dia, tengah dalam proses perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Baca: Seusai Diperiksa KPK, Mardani Maming Singgung Nama Haji Isam
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini