TEMPO.CO, Banjarmasin - Kuasa hukum terdakwa Dwidjono Putrohadi Sutopo, Sahlan Alboneh, mengapresiasi langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang memeriksa bekas Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming. Sahlan menilai KPK menindaklanjuti aduan yang mereka layangkan sebelumnya.
“Dari pihak kami tentunya menjadi kabar baik, karena laporan kami telah ditindaklanjuti oleh KPK. Selanjutnya kami serahkan ke KPK untuk diproses sesuai hukum yang berlaku,” kata Sahlan kepada Tempo, Kamis 2 Juni 2022.
KPK menyatakan melakukan pemeriksaan terhadap Mardani pada hari ini terkait kasus korupsi pengalihan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) ke PT Prolindo Cipta Nusantara (PT PCN) di Kabupaten Tanah Bumbu pada 2011.
Pengalihan IUP itu bermasalah karena menabrak Undang-Undang Minerba yang menyebutkan izin tersebut tak dapat dialihkan. Kejaksaan Agung menetapkan Dwidjono Putrohadi Sutopo, Eks Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Tanah Bumbu, sebagai tersangka. Kejaksaan Agung menuding Dwidjono menerima uang Rp 10 miliar dari PT PCN.
Dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin, hal itu dibantah oleh Dwidjono. Dia menyatakan diperkenalkan dengan Direktur Utama PT PCN, Henry Soetio, oleh Mardani yang merupakan Ketua Dewan Pimpinan Daerah PDIP Kalimantan Selatan. Dia juga menyatakan sempat tak memproses pengalihan IUP itu karena mengetahui hal tersebut tak sesuai undang-undang. Henry telah meninggal pada Juni 2021.
Dwidjono menyatakan terpaksa memproses pengalihan IUP itu atas perintah Mardani. Dia juga mengaku menandatangani Surat Keputusan pengalihan IUP itu setelah ditandatangani terlebih dahulu oleh Mardani.
Soal uang Rp 10 miliar, Dwijono menyatakan sempat berhutang ke Henry namun telah diselesaikan. Kesaksian Dwidjono diperkuat oleh Direktur Utama PT PCN Christian Soetio, adik dari Henry, yang menjadi saksi di pengadilan. Christian sempat menunjukkan surat perjanjian utang-piutang antara Dwidjono dengan PT PCN.
Dalam kesaksiannya, Christian bahkan menyebut ada aliran dana dari perusahaannya ke dua perusahaan yang terafiliasi dengan PT Batulicin 69, perusahaan milik keluarga Mardani. Dana sejumlah Rp 89 miliar itu dialirkan ke PT PCN ke PT Permata Abadi Raya (PAR) dan PT Trans Surya Perkasa (TSP).
Sahlan tidak menjawab gamblang apakah pemeriksaan terhadap Mardani H Maming, itu buntut kesaksian Christian Soetio saat persidangan di Pengadilan Tipikor Banjarmasin pada 13 Mei 2022.
“Mungkin seperti itu, yang lebih paham KPK,” kata Sahlan.
Pihak Dwidjono sebelumnya memang mengirimkan aduan kepada KPK. Sementara Mardani H Maming telah membantah semua keterangan Dwidjono dan Christian.
Dalam persidangan, Mardani yang menjabat sebagai Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI) menyatakan bahwa dirinya tak mengetahui jika pengalihan IUP itu melanggar undang-undang. Dia mengaku menandatangani SK pengalihan IUP itu setelah mendapatkan pemeriksaan dari Dwidjono dan Kepala Bagian Hukum Kabupaten Tanah Bumbu.
Melalui pengacaranya, Mardani H Maming juga membantah menerima aliran dana haram dari PT PCN. Dia menyatakan bahwa aliran dana itu merupakan pendapatan dua perusahaan tersebut atas kerja sama dengan PT PCN. Bahkan, Bendahara Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulamah (PBNU) itu menyatakan PT PCN masih memiliki hutang sebesar Rp 106 miliar dan saat ini sedang dalam proses perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Baca: Politikus PDIP Mardani H Maming Diperiksan KPK
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini