TEMPO.CO, Jakarta - Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri mengupayakan uang para korban robot trading DNA Pro Akademi bisa kembali. Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Whisnu Hermawan menjelaskan, uang bisa kembali setelah ada putusan dari pengadilan terlebih dulu.
“Mekanisme hukum kita harus sampaikan ke pengadilan dulu. Polisi nggak bisa bagi-bagi, ini kasih ke siapa. Biarlah pengadilan yang menentukan” katanya saat konferensi pers di Mabes Polri, Jumat, 27 Mei 2022.
Whisnu mengatakan, Bareskrim masih mencari bukti sebanyak mungkin berkaitan dengan kasus DNA Pro Akademi. Menurutnya, ini adalah fokus dari tim kepolisian yang dibantu Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Dia juga memperkirakan masih ada lagi tersangka dan aset lainnya yang belum terdeteksi. Masyarakat pun dipersilakan ikut melaporkan jika ada dugaan penemuan aset atas nama tersangka atau yang diduga berhubungan dengan perusahaan robot trading tersebut.
“Ini penting bagi buat kami dalam mencari sebanyak-banyaknya barang bukti dan akan mengembalikan semuanya kepada para korban,” ujar Whisnu.
Sampai hari ini, polisi sudah mencatat 3.621 korban DNA Pro Akademi yang melapor. Bareskrim mendata, total kerugian yang telah dihitung kurang lebih sebanyak Rp551,72 miliar.
Polisi masih mencari tiga buronan atas nama Fauzi alias Daniel Zi, Ferawati alias Fei, dan Devin alias Devinata Gunawan. Posisi mereka diduga juga sebagai petinggi di perusahaan itu, namun Bareskrim belum bisa memastikan gerak-gerik mereka selama DNA Pro Akademi beroperasi.
“Kami pun masih mengembangkan peran para tersangka,” kata Whisnu.
Nama-nama yang saat ini sudah berada dalam genggaman polisi antara lain Daniel Piri alias Daniel Abe, Rudi Kusuma dan Robby Setiadi. Lalu ada Dedi Tumiadi, Yosua Trisutrisno, Franky Yulianto, Russel, Jerry Gunandar, Stefanus Richard, Hans Andre, dan Muhammad Asad.
Para tersangka, kata Whisnu, dijerat dengan Pasal 106 juncto Pasal 24 dan Pasal 105 Juncto Pasal 9 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan dan Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP ancaman hukuman 4-10 Tahun penjara.
“Pasal 3 dan atau Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU ancaman hukuman paling lama 20 tahun penjara,” tutur Whisnu.
Tekait izin operasional DNA Pro Akademi, Whisnu mengatakan perusahaan itu tidak pernah mendaftar atau terdaftar di Badan Pengawas Perdaganagan Berjangka Komoditi (Bappebti) pada Kementerian Perdagangan. Maka alasan itu yang juga mendasari kepolisian untuk menindaklanjuti laporan para korban.
FAIZ ZAKI
Baca: Polisi Terus Buru 3 Buronan Kasus DNA Pro dan Aliran Dananya ke Virgin Island
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini