TEMPO.CO, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengatakan DPR dan pemerintah seharusnya tak buru-buru mengesahkan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Kepala Divisi Hukum Kontras, Andi Muhammad Rezaldy mengatakan, dpr dan pemerintah masih harus meninjau ulang sejumlah pasal yang dipermasalahkan oleh publik beberapa waktu lalu secara transparan.
“Jangan terburu-buru untuk kemudian segera disahkan, karena kami menilai masih terdapat sejumlah pasal yang bermasalah. Jika mereka benar-benar mewakili semua rakyat, harusnya masukan-masukan dari masyarakat sipil itu dapat diterima dengan baik,” kata Andi saat dihubungi, Kamis, 26 Mei 2022.
Dia menyoroti beberapa hal yang dibahas dalam RKUHP, seperti hukuman mati, penghinaan presiden, dan pencabulan sesama jenis. Kontras, kata Andi, menolak adanya hukuman mati sejak RKUHP ini dibahas.
Alasan penolakan adalah tidak adanya bukti empiris dan secara ilmiah tidak dapat dibuktikan bahwa hukuman mati memberi efek jera. Menurut Adi, hukuman mati bertentangan dengan nilai-nilai dari Hak Asasi Manusia (HAM).
“Hukuman mati juga sebetulnya bertentangan dengan instrumen hak asasi manusia,” tuturnya.
Kemudian, pasal penghinaan presiden yang sempat disinggung dianggap berbahaya untuk mengkriminalisasi warga negara. Andi mengatakan, sikap kritis masyarakat terhadap pemerintah dan kebijakannya yang dibatasi tersebut tidak ada urgensinya.
Beleid itu juga dikatakan sebagai warisan dari hukum kolonial. “Lagi pula pasal semacam ini tidak ada urgensinya untuk diatur. Perlu diingat, pasal penghinaan presiden ini merupakan pasal warisan kolonial,” tuturnya.
Terkait dengan pasal yang mengatur soal pencabulan sesama jenis, Andi menganggap itu diskriminatif. Dia berpendapat, pengaturan seperti itu melanggengkan stigma masyarakat terhadap kelompok Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) yang posisinya rentan.
“Ini berbahaya bagi kehidupan kelompok LGBT di depan, karena selain rentan mengalami kriminalisasi juga akan mengalami stigma yang kian buruk dari masyarakat,” ungkapnya.
Kemarin, Komisi Hukum DPR menerima penjelasan pemerintah terkait empat belas isu krusial dalam Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau RKUHP. Wakil Ketua Komisi Hukum DPR, Desmond J Mahesa, menyatakan bahwa mereka akan mengirim surat kepada Presiden Jokowi terkait keputusan rapat bersama Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) itu. DPR menargetkan RKUHP dan RUU Pemasyarakatan akan disahkan pada rapat paripurna paling lambat Juli 2022.
Baca: Aliansi Kritik Rapat Pembahasan RKUHP: Fungsi DPR Hilang
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini