TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah anggota Komisi Hukum DPR RI mendorong Kementeriam Hukum dan HAM (Kemenkumham) untuk melakukan penguatan rehabilitasi dalam rencana revisi Undang-Undang Narkotika (UU Narkotika). Mereka menilai hal itu bisa mengatasi masalah kelebihan kapasitas di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan menghemat anggaran negara.
Hal itu tersirat dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) antara Komisi Hukum dengan Kemenkumham di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Senin, 23 Mei 2022. Anggota DPR RI Arsul Sani meminta Kemenkumham membuat kajian terkait revisi Undang-Undang Narkotika tersebut. Menurut politikus dari Partai Persatuan Pembangunan tersebut, revisi dapat mengurangi kapasitas lembaga pemasyarakatan (lapas) di Indonesia.
"Kelebihan kapasitas lapas ditimbulkan oleh warga binaan atau terpidana kasus narkoba. Saya mohon penjelasan dengan analisis kuantitatif, kalau ini diubah, maka akan mengubah wajah lapas itu sejauh apa," ujarnya.
Menurut dia, jika nantinya hasil revisi UU Narkotika itu dapat mengurangi jumlah tahanan kasus narkotika, maka dapat menghemat anggaran negara untuk pembiayaan lapas.
Dia juga berharap penegak hukum dalam melaksanakan secara konsisten terkait pelaksanaan pasal 127 dalam UU Narkotika tentang rehabilitasi.
"Problem kita selama ini karena terkait penegakan hukum sangat mempengaruhi, karena penegak hukum tidak melaksanakan secara murni pasal 127 UU Narkotika," jelasnya.
Menurut dia, para penegak hukum lebih memilih menggunakan pasal 111, 112 dan seterusnya, karena adanya unsur memiliki dan menguasai Narkotika,
"Dengan menggunakan unsur itu, maka penyalahguna dapat dijerat dengan proses pidana bisa," ungkapnya.
Hal senada disampaikan legislator PDI Perjuangan I Wayan Sudirta. Dia menyatakan anggaran negara yang digunakan untuk membiayai tahanan narkotika selama ini mencapai Rp 1,8 triliun dari total anggaran Rp 3 triliun.
"Ada wacana jangan memberatkan pemerintah, apakah Rp 1,8 triliun itu tidak memberatkan pemerintah. Bagi saya memberatkan," kata dia.
Wayan berharap anggaran sebesar itu dapat dialokasikan untuk melakukan rehabilitasi para penyalahguna narkotika. Dia menilai hal itu akan lebih efektif ketimbang untuk memenjarakan mereka.
Dalam kesempatan itu, Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharief Hiariej menyebutkan enam poin penting usulan pemerintah dalam materi Revisi UU Narkotika. Keenam poin itu yakni terkait zat psikoaktif baru, rehabilitasi, tim asesmen terpadu, kewenangan penyidik, syarat dan tata cara pengujian dan pengambilan sampel serta penetapan status barang sitaan dan penyempurnaan ketentuan pidana.