TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis data survei kepuasan publik terhadap kinerja Presiden Joko Widodo atau Jokowi cenderung stagnan. Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan mengatakan, 67,5 persen masyarakat puas terhadap kinerja Jokowi pada bulan Mei 2022.
“Tidak ada peningkatan atau penurunan yang berarti atau yang tajam atas tingkat kepuasan terhadap kinerja presiden selama tiga bulan terakhir. Jadi tidak menurun, tidak terlalu menguat juga,” katanya dalam diskusi virtual melalui kanal YouTube Lembaga Survei Indonesia, Minggu, 22 Mei 2022.
Menurut hasil survei, masyarakat yang kurang puas atau tidak puas sebanyak 29 persen. Sedangkan yang tidak tahu atau tidak menjawab sejumlah 3,4 persen responden.
Data tersebut diambil pada 10-14 Mei 2022 dengan metode pemilihan sampel yaitu random digit dialing (RDD). Sampel yang diambil sebanyak 1.273 responden dengan margin of error 2,8 persen dan tingkat kepercayaannya 95 persen.
Responden yang terpilih merupakan warga negara Indonesia berusia 17 tahun ke atas yang memiliki telepon. Kemudian responden dipilih secara acak yang dipastikan valid dan diajukan pertanyaan.
“Kalau kita lihat di sini, dari November 2021, itu ada gejala penurunan terhadap kepuasan atas kinerja presiden sampai dengan Februari 2022,” tuturnya.
Pada November 2021, survei kepuasan publik atas Jokowi sebanyak 72 persen. Kemudian turun pada Desember 2021 menjadi 71,4 persen, lalu pada Februari 2022 menjadi 65,9 persen, serta naik sedikit ke 67,5 persen pada Mei 2022.
“Di Mei 2022 67,5 persen menilai kinerja presiden itu baik atau puas. Jadi ada penambahan angka dari segi angka Absolut sekitar 1,6 persen. Tapi kalau kita lihat 1,6 persen itu berada di dalam margin of error,” tuturnya.
Djayadi menjelaskan, tingkat kepuasan terhadap kinerja presiden biasanya dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti kondisi perekonomian dan masalah kelangkaan minyak goreng. Kemudian non fundamental, seperti yang berkaitan dengan tanggapan moral atas diri Jokowi maupun apa yang berkenaan peristiwa yang menyangkut dirinya, seperti penanganan varian Delta Covid-19.
Pengamat Hukum STH Jentera Jakarta Bivitri Susanti berpendapat, kemungkinan pengaruh dari tingkat kepuasan tersebut dari pengetahuan publik tentang tata kelola pemerintahan dan kebijakan. Selain itu, juga dipengaruhi dari kemungkinan publik tidak punya informasi cukup terkait dinamika pengambilan kebijakan.
Lalu juga dipengaruhi dari tingkat popularitas Jokowi sendiri yang sering menimbulkan bias posisi dari pribadinya dan dalam pemerintahan. Artinya, posisi Jokowi seolah-olah terpisah dari keterkaitan kebijakan yang dilahirkan oleh para pembantunya, padahal dia pasti tau mengenai persoalan keputusan yang akan diambil.
“Dia di atas kertas mengontrol semua pengambilan kebijakan, termasuk penegakan hukum, harga minyak goreng, mudik atau tidak mudik, dan lain sebagainya,” ungkapnya pada kesempatan yang sama.
FAIZ ZAKI
Baca: LSI: Publik Ingin Pejabat yang Terlibat Mafia Minyak Goreng Dihukum Seumur Hidup
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini