INFO NASIONAL – Memaksimalkan nilai tambah sumber daya alam (SDA) yang terkandung di perut bumi nusantara menuntut kerja keras berkelanjutan. Urgensi pemanfaatan energi terbarukan sebagai tuntutan terkini menjadi momentum mewujudkan keras itu. Sebab, dengan SDA berlimpah, komunitas global mengandalkan Indonesia sebagai salah satu kontributor utama energi terbarukan.
Kerja keras itulah yang telah dilakukan Presiden Joko Widodo dan para menteri ketika melakukan kunjungan kerja ke Amerika Serikat (AS), baru-baru ini. Baik di forum konferensi tingkat tinggi (KTT) ASEAN- AS, maupun dalam pertemuan Presiden dengan CEO Tesla yang juga pendiri SpaceX, ELon Musk.
Presiden dan para menteri konsisten mempromosikan potensi SDA Indonesia yang menjadi sumber energi terbarukan. Patut untuk diakui bahwa kunjungan kerja presiden bersama para menteri ke AS pada 11-13 Mei 2022 itu terbilang produktif.
Di forum KTT ASEAN-AS, ada dua poin yang menggambarkan produktivitas Indonesia. Poin pertama yang sudah pasti digarisbawahi oleh komunitas global adalah pernyataan sikap dan seruan tentang perlunya upaya bersama mewujudkan stabilitas dunia dan mengakhiri ketidakpastian. Presiden Joko Widodo menyerukan agar perang di Ukraina segera dihentikan.
Tak hanya menyebabkan tragedi kemanusiaan, perang itu nyata-nyata telah memperburuk perekonomian dunia. Harga pangan dan energi naik yang menyebabkan inflasi terdongkrak. Pernyataan Presiden RI itu merefleksikan sekaligus menyuarakan hati nurani komunitas global yang menentang perang.
Poin kedua menunjukan kerja pemerintah mempromosikan potensi investasi di Indonesia. Dalam forum yang juga dihadiri para pemimpin bisnis di AS, pemerintah mempresentasikan kekayaan alam nusantara yang berlimpah untuk bahan baku industri serta penyediaan energi hijau.
Indonesia kini tercatat sebagai penghasil besi baja stainless terbesar nomor dua di dunia. Tahap transformasi terkini akan diikuti dengan barang-barang tambang, seperti tembaga dan bauksit untuk aluminium. Seperti diketahui bersama, aluminium akan menjadi tulang punggung industri energi baru dan terbarukan, termasuk baterai litium dan mobil listrik.
Sudah barang tentu pemerintah mengajak pelaku bisnis di AS membangun kemitraan untuk berinvestasi di Indonesia. Ajakan itu ditindaklanjuti dengan terlaksananya pertemuan antara Presiden dengan Elon Musk. Dari pertemuan itu, Elon memberi komitmen investasi dan berencana mengunjungi Indonesia pada November 2022.
Menurut Menteri Investasi dan Kepala BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal), Bahlil Lahadalia, negosiasi dengan Elon Musk sudah mendekati tahap final, dan diproyeksikan mulai berinvestasi membangun pabrik mobil listrik di Indonesia tahun ini. Selain itu, Elon Musk juga tertarik berinvestasi di ekosistem baterai mobil di tanah air. Rencananya, Tesla akan membangun pabriknya di Kawasan Industri Terpadu Batang di Jawa Tengah.
Apa yang sudah dilakukan pemerintah sejauh ini adalah upaya berkelanjutan untuk memaksimalkan nilai tambah SDA seperti nikel, bauksit dan tembaga. Belum lagi potensi energi hijau. Potensi pembangkit listrik tenaga hidro sangat besar karena Indonesia memiliki 4.400 sungai. Begitu juga dengan potensi pembangkit listrik tenaga surya dan pembangkit listrik tenaga panas bumi (geothermal). Pembangkit geothermal sangat melimpah dengan potensi mencapai 29 ribu megawatt, namun baru bisa direalisasikan sekitar 2.000 Megawatt.
Selain itu, sudah menjadi pemahaman bersama bahwa barang tambang lain yang kini diincar modal asing adalah nikel dan bijih bauksit. Dua barang tambang ini tersedia dalam jumlah memadai. Cadangan nikel di perut bumi Indonesia mencapai 72 juta ton Ni (nikel). Jumlah ini mencakup 52 persen dari total cadangan nikel dunia yang volumenya mencapai 139,42 juta ton Ni.
Tentang potensi bijih bauksit, Kementerian ESDM mencatat, jumlah sumber daya bijih terukur bauksit di Indonesia mencapai 1,7 miliar ton, dan logam bauksit 640 juta ton. Cadangan terbukti untuk bijih bauksit 821 juta ton, dan logam bauksit 299 juta ton. Setelah diolah, bijih bauksit menjadi alumina untuk membuat logam aluminium yang pemanfaatannya sangat beragam, seperti komponen atau bahan baku bangunan dan konstruksi, ragam komponen mesin, transportasi, kelistrikan, kemasan dan barang tahan lama lainnya.
Keragaman SDA Indonesia yang berlimpah ini belum digarap dengan maksimal akibat keterbatasan modal dan teknologi. Padahal, ketika nantinya komunitas global merealisasikan kesepakatan untuk tidak lagi menggunakan energi fosil yang polutif, keragaman SDA itu akan sangat dibutuhkan dunia. Itu sebabnya, kegiatan mempromosikan potensi SDA secara berkelanjutan menjadi sangat penting, termasuk mengundang atau mengajak calon-calon investor yang potensial.
Kendati butuh modal besar dan teknologi terkini untuk memaksimalkan nilai tambah semua SDA itu, tidak berarti Indonesia berada di posisi lemah atau mau ditekan oleh modal asing. Kekayaan dan keragaman SDA itu justru memperkuat daya tawar Indonesia. Dengan daya tawar yang kuat, pemerintah tetap mengedepankan kerja sama saling menguntungkan dengan semua calon investor.
Seperti sudah diungkap sebelumnya, pada forum KTT G-20 di Roma, Italia, November 2021, Presiden Joko Widodo menolak menandatangani rancangan dokumen perjanjian rantai pasok (supply chain agreement) atas kandungan SDA di Indonesia. Kandungan SDA yang begitu strategis di perut bumi nusantara itu mendorong sejumlah anggota G-20 ‘merayu’ dan ‘memaksa’ Indonesia menyepakati rancangan perjanjian rantai pasok itu.
Kalau dokumen perjanjian rantai pasok itu ditandatangani, sama artinya Indonesia menyatakan bersedia melepaskan sebagian hak mutlak-nya dalam mengelola dan memanfaatkan SDA di bumi nusantara, dan selanjutnya perjanjian itulah yang akan mendikte Indonesia.
Menanggapi kebutuhan dunia akan energi baru dan terbarukan yang bahan bakunya berlimpah di dalam negeri, Presiden Jokowi bersama para menteri telah memulai kerja mempromosikan potensi SDA nusantara, serta mencari dan mengajak para calon investor dari manca negara. Ini adalah proses kerja keras dengan durasi yang sangat panjang. Demi kesejahteraan seluruh rakyat, kerja keras yang berkelanjutan ini sudah pasti akan dan harus diteruskan oleh generasi muda Indonesia terkini.
*Penulis Bambang Soesatyo, Ketua MPR RI/Kandidat Doktor Ilmu Hukum UNPAD/Dosen Fakultas Hukum, Ilmu Sosial & Ilmu Politik (FHISIP) Universitas Terbuka