TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Choirul Anam mempertanyakan alasan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin melarang terdakwa mendadak menggunakan atribut keagamaan. Menurut dia, ekspresi keagamaan seseorang tak boleh dilarang.
“Jaksa Agung tidak boleh berprasangka dalam membuat aturan,” kata dia di Bekasi, Kamis, 19 April 2022.
Dia mengatakan seorang terdakwa bisa saja merasakan penyesalan mendalam ketika tersandung kasus hukum. Mereka lalu mengekspresikan pertobatannya dengan menggunakan atribut agama. “Ekspresi pertobatannya bisa jadi dengan simbol keagamaan,” kata dia.
Menurut Anam, Jaksa Agung hanya boleh membuat larangan tersebut dengan alasan yang jelas. Alasan itu adalah bahwa penggunaan atribut agama terbukti mempengaruhi hakim maupun jaksa dalam mengambil keputusan.
“Problem utama yang harus dibuktikan adalah mekanisme peradilan itu terpengaruh atau tidak dengan adanya simbol agama,” ujar dia.
Anam meminta Jaksa Agung dapat menjelaskan alasan di balik rencana penerbitan larangan tersebut. Dia mengatakan semua aturan dalam ruang sidang harusnya hanya mengatur agar sistem peradilan itu berjalan secara independen.
Sebelumnya, Jaksa Agung berencana membuat surat edaran yang melarang terdakwa menggunakan atribut keagamaan yang sebelumnya tak pernah dipakai di persidangan. Larangan dibuat agar tidak ada pemikiran di tengah masyarakat bahwa atribut keagamaan digunakan pelaku pada saat tertentu saja.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengatakan memakai atribut keagamaan hanya pada sidang tak bisa dibenarkan. Kejaksaan, kata dia, akan mengatur ketentutan berpakaian para terdakwa.
"Seolah-olah alim pada saat disidangkan, kami nanti samakan semua. Yang penting berpakaian sopan di depan persidangan," ujar dia.