INFO NASIONAL – Pemerintah melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) mengubah paradigma tentang pariwisata. Bukan lagi mengutamakan kuantitas, melainkan kualitas.
“Dulu keberhasilan pariwisata dipandang dari banyak-banyakan wisatawan. Sekarang kita switch, bukan lagi kuantitas tapi kualitas,” kata Menteri Parekraf, Sandiaga Salahuddin Uno, dalam acara Tempo BNI The Billateral Forum di Langham Hotel Ballroom, Jakarta, Kamis, 12 Mei 2022.
Demi kualitas tersebut, maka destinasi pariwisata prioritas kini hanya ada lima, yakni Danau Toba di Sumatera Utara, Borobudur di Jawa Tengah, Mandalika di Nusa Tenggara Barat, Labuan Bajo di Nusa Tenggara Timur, dan Likupang di Sulawesi Utara. “Sebelumnya ada 10 tapi sekarang cukup 5 agar kita bisa lebih fokus untuk mengembangkan kualitasnya,” ujarnya.
Menjadi keynote speaker di diskusi sesi 3 bertajuk “Pemulihan Ekonomi melalui Pariwisata dan Manufaktur” yang digelar luring dengan protokol kesehatan ketat, Sandiaga menjelaskan kebijakan untuk menciptakan pariwisata yang berkualitas melalui inovasi, adaptasi, dan kolaborasi.
Inovasi termasuk menggunakan big data untuk memperoleh gambaran menyeluruh tentang potensi pariwisata. Sedangkan adaptasi berarti mengaplikasikan protokol kesehatan sesuai era kenormalan baru. Kemenparekraf telah menerapkan sertifikasi CHSE untuk kebijakan ini, yang berarti Cleanliness (Kebersihan), Health (Kesehatan), Safety (Keamanan), dan Environment Sustainability (Kelestarian Lingkungan). Setiap pelaku pariwisata mulai dari lokasi wisata, hotel, dan restoran wajib memiliki sertifikat CHSE sebagai bukti telah menjalankan adaptasi.
Terakhir, untuk memulihkan sektor pariwisata dibutuhkan kolaborasi semua pihak. Ini melibatkan pentaheliks yaitu academician (akademisi), business (bisnis), community (komunitas), government (pemerintah) dan media (publikasi media).
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno saat menjadi pembicara kunci dalam acara Tempo BNI Bilateral Forum 2022 pada Kamis, 12 Mei 2022 di Ballroom Hotel The Langham, Jakarta. (Foto: Norman Senjaya)
Dengan semangat pariwisata yang baru, Sandiaga optimistis sektor ini cepat pulih. Kesuksesan program vaksinasi, kebijakan pemulihan ekonomi nasional (PEN), hingga pelonggaran pembatasan, memicu mobilitas masyarakat yang bergerak ke arah pertumbuhan ekonomi.
Deputi Bidang Perencanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM, Indra Darmawan, sepakat bahwa tahun 2022 merupakan masa pemulihan bagi Indonesia. Walau demikian, ia menilai Indonesia harus tetap waspada dengan ketidkapastian situasi saat ini.
“Seberapa pun optimisnya anda, harus waspada pada ketidakpastian. Kita berada di antara dua perang. Sebelumnya ada perang dagang China dan AS kemudian sekarang perang Rusia Ukraina. Di tengahnya ada pandemi,” ujar Indra.
Dia mencontohkan pertumbuhan ekspor mencapai 50 persen pada 2021, tetapi pada kuartal pertama tahun ini baru 15 persen. “Sehingga ini sangat impredictable (sulit diduga),” ucapnya.
Demikian pula soal pariwisata, sebagai sektor yang paling terdampak parah akibat pandemi kemudian bangkit paling terakhir. Menurut Indra, sebenarnya sudah ada data kenaikan wisatawan tapi didominasi dari dalam negeri. Sedangkan untuk sektor manufaktur pemulihanya masih di kisaran 20 persen. “Masih kalah dengan era Orba (order baru) sekitar 30-33 persen. Tapi untuk era sekarang ada champion-nya, mobil listrik. Nah, ini yang akan kita terus kembangkan,” ucapnya.
Senada, Kepala Grup Sektoral dan Regional Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia, IGP Wira Kusuma, menyebut bahwa permintaan domestik sebenarnya meningkat, namun di sisi lain ada perlambatan ekspor dari 20 persen menjadi 16,22 persen. Terkait inflasi, selama ini menurutnya masih terkendali dan relatif stabil. “Namun kita harus waspada, sejumlah risiko inflasi berasal dari kenaikan harga energi dan harga pangan yang masih cukup besar,” katanya.
Untuk sektor pariwisata, IGP Wira Kusuma menilai sudah mulai meningkatkan karena didorong oleh kebijakan pemerintah untuk mengejar capaian vaksinasi serta melonggarkan pembatasan sehingga ekonomi kembali bergulir.
“Namun, negara tetangga seperti Vietnam, Kamboja, dan Thailand juga mengeluarkan kebijakan pelonggaran pembatasan. Akibatnya travel demand ke Indonesia masih stagnan karena harus bersaing dengan negara-negara itu,” ujar dia yang meminta pemerintah belajar lagi cara menaikkan jumlah kunjungan wisata.
Capaian sektor pariwisata, menurut Duta Besar Jepang untuk Indonesia, Kanasugi Kenji, masih jauh lebih baik dibanding negaranya. “Pemerintah Indonesia sudah mengeluarkan kebijakan untuk melonggarkan aktivitas, sementara Jepang masih menutup (sektor pariwisata). Kabarnya kami baru akan buka lagi pariwisata bulan Juni mendatang,” kata dia. “Tidak full open (sepenuhnya buka), tapi hanya open (buka).” (*)