TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Ikatan Ahli Tsunami Indonesia Gegar Prasetya mengimbau masyarakat tidak mendatangi tempat-tempat wisata di daerah yang pernah terdampak tsunami 2018 di sekitar Lampung dan Banten. Imbauan ini menyusul peningkatan status Gunung Anak Krakatau dari level 2 atau waspada menjadi level 3 atau siaga.
“Kita belajar dari peristiwa 2018. Jika terjadi tsunami, area-area tersebut akan mengalami hal yang sama. Jadi perlu diwaspadai untuk area-area yang pernah terlanda tsunami,” ucap Gegar pada Senin malam, 25 April 2022, dalam konferensi pers.
Gegar berujar peningkatan aktivitas Gunung Anak Krakatau perlu diwaspadai. Musababnya, erupsi gunung api ini pernah beberapa kali menimbulkan gelombang tsunami di Selat Sunda.
Peneliti Pusat Riset Kelautan, Badan Riset, dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan Semeidi Husrin mengatakan pihaknya akan memonitor gelombang air laut dan kemungkinan terjadinya tsunami akibat erupsi Gunung Anak Krakatau.
Saat ini, ia memastikan alat deteksi potensi tsunami yang telah terpasang di Selat Sunda dapat membaca peningkatan muka air secara cepat.
“Hampir lima detik untuk waktunya, paling lama 20 detik. Ini akan lebih meningkatkan kemampuan deteksi potensi kejadian tsunami di Selat Sunda,” ucap dia.
Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati telah meminta masyarakat mewaspadai potensi tsunami. Kewaspadaan terutama ditingkatkan saat malam hari. “Sulit melihat ketinggian gelombang air laut pada saat malam hari,” katanya.
Dwikorita menyebut BMKG bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terus memonitor potensi dampak erupsi gunung aktif yang saat ini berlangsung. BMKG akan mengabarkan informasi teranyar ihwal status gunung api tersebut melalui saluran resmi.
Ia meminta masyarakat tidak terpancing dengan informasi-informasi tak resmi maupun hoaks yang tersebar di media sosial. “Pastikan informasi hanya bersumber dari PVMBG Badan Geologi dan BMKG serta BPBD setempat,” katanya soal erupsi Gunung Anak Krakatau.