TEMPO Interaktif, Jakarta: Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama Nasaruddin Umar mengatakan, Presiden telah menyetujui pembahasan Rancangan Undang Undang Peradilan Agama Tentang Perkawinan. "Diharapkan masa sidang 2009 bisa dibahas di parlemen," kata dia, Selasa (3/2).
Menurut Nasaruddin, rancangan ini mengatur sejumlah perkara yang belum ada dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974. Diantaranya hukum perkawinan bawah tangan atau nikah siri, perkawinan kontrak, hukum waris untuk ahli kaum perempuan.
Tentang perkawinan bawah tangan, Nasaruddin menjelaskan, siapapun yang menikahkan atau menikah tanpa dicatatkan dikenai sanksi pidana 3 bulan penjara dan denda Rp 5 juta. Penghulu yang menikahkan perkawinan ini mendapat sanksi pidana 1 tahun penjara. Pegawai Kantor Urusan Agama yang menikahkan mempelai tanpa syarat lengkap juga diancam denda Rp 6 juta dan 1 tahun penjara.
Adapun perkawinan kontrak, kata dia, apapun alasannya tidak diterima secara hukum. Perkawinan kontrak itu sama dengan nikah di bawah tangan. "Pernikahan ini bukannya membawa kebaikan, tapi menambah masalah baru. Anak-anak hasil hubungan yang dilahirkan tanpa dokumen, sama dengan menghilangkan hak anak," katanya.
Pengaturan warisan dalam perkawinan Islam, ia menjelaskan, juga tidak dibatasi 2:1 untuk ahli waris laki-laki. Putusan hakim dapat berbeda, tergantung dari situasi dan kondisi warisan dan ahli waris. "Sudah ada satu putusan di Maros, Sulawesi Selatan, yang memberikan warisan 1:1 untuk ahli waris laki-laki dan perempuan. Putusan itu juga sudah banyak diadopsi hakim-hakim di daerah lain dalam menentukan keputusan atas kasus yang kurang lebih sama," kata dia.
REH ATEMALEM SUSANTI