TEMPO.CO, Jakarta - Dua terduga pelaku begal dalam kasus pembunuhan yang dilakukan oleh korban terhadap dua rekannya untuk membela diri, kini telah berstatus tersangka. Keduanya yakni HO dan WA disangkakan Pasal 365 ayat 1 KUHP yang mengatur tentang perbuatan pidana pencurian dengan kekerasan dan dilakukan pada malam hari oleh dua orang atau lebih.
"Sedangkan Pasal 53 KUHP yang menjadi pengait dari pasal yang dituduhkan itu mengatur soal percobaan pidana," kata Kepala Polda NTB Inspektur Jenderal Polisi Djoko Poerwanto dikutip melalui keterangan tertulis, Kamis 14 April 2022.
Keduanya sempat berstatus saksi untuk kasus dugaan pembunuhan yang dilakukan AS. AS, korban begal jadi tersangka karena membunuh OWP dan PE, rekan HO dan WA. Menurut hasil visum, mereka tewas dengan luka tusuk di bagian dada dan punggung hingga menembus paru-paru. Saat beraksi pembegalan, HO dan WA, disebut bertugas memantau situasi dari belakang, melarikan diri setelah mengetahui dua rekannya, OWP dan PE tewas.
Berdasarkan kronologi, mereka dikatakan tewas ketika beraksi di Jalan Raya Dusun Babila, Desa Ganti, Kecamatan Praya Timur, Kabupaten Lombok Tengah. Mereka beraksi dengan cara menghadang dan memaksa AS untuk menyerahkan kendaraan roda dua yang dikendarai.
Hasil penyidikan sementara, dalam kasus ini, polisi telah menetapkan AS sebagai tersangka dengan sangkaan Pasal 338 KUHP subsider Pasal 351 ayat 3 KUHP juncto Pasal 49 ayat 1 KUHP.
Pasal 338 KUHP subsider Pasal 351 ayat 3 KUHP tersebut mengatur tentang perbuatan pidana pembunuhan atau menghilangkan nyawa orang lain. Namun kedua pasal tersebut dikaitkan dengan Pasal 49 ayat 1 KUHP tentang Pembelaan Terpaksa (Noodweer) yang menyatakan AS tidak dapat dipidana.
Kemudian, Polda NTB mengambil alih penanganan kasus ini setelah menjadi perhatian masyarakat. "Sekarang penanganan kasusnya ditangani penyidik Ditreskrimum Polda NTB," kata Djoko.
Ia mengatakan meski AS jadi tersangka namun ada alasan pemaaf. "Memang pembunuhan atau menghilangkan nyawa orang lain merupakan perbuatan pidana yang dapat dihukum, akan tetapi dalam kasus ini ada alasan pemaaf karena situasi tertentu (pembelaan terpaksa), sebagaimana diatur pada Pasal 49 KUHP," ujarnya.
Namun untuk kepastian hukum kasus ini, Djoko dalam keterangannya mengingatkan kembali bahwa hal tersebut seutuhnya ada pada kewenangan hakim pengadilan.
"Jadi Polri dalam kasus ini hanya melaksanakan penyidikan tindak pidana, sedangkan yang menilai atau memutuskan apakah perbuatan tersebut sebagai pembelaan terpaksa adalah majelis hakim. Oleh karena itu, pembuktiannya haruslah dilakukan di muka persidangan," ujar dia pula.
Baca: Kasus Korban Begal Jadi Tersangka Disorot Publik, Polda NTB Ambil Alih Kasusnya