TEMPO.CO, Jakarta - Artis Patricia Gunawan atau Patricia Gouw menjadi salah satu korban dari invetasi bodong Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya. Kuasa hukumnya, Alvin Lim, menceritakan bagaimana model 31 tahun itu tertarik mengikuti investasi tersebut.
"Ditawari mamanya, jadi kan dia (Patricia Gouw) ada uang terus dipikir daripada ditaruh di bank, karena Indosurya bunganya di atas bank, jadi ya yang namanya koperasi kan dibilang ada izinnya-lah, jadi ikut," ujar Alvin saat dihubungi pada Rabu, 13 April 2022.
Setelah itu Patricia Gouw menginvestasikan duitnya sebesar Rp 2 miliar. Menurut Alvin, Patricia Gouw sejak awal tidak memiliki kecurigaan, karena Indosurya sudah memiliki banyak aset termasuk gedung, jadi dipikirnya perusahaan itu cukup baik.
"Nah, terus sempat gagal bayar. Terus Patricia Gouw hubungi Henry Surya, pendiri Indosurya, malah diancam dan disomasi disuruh minta maaf. Dia rugi Rp 2 miliar," katanya.
Dalam pekembangan penanganannya, Alvin menduga ada keganjilan. Advokat dari LQ Indonesia Lawfirm ini mengatakan, banyak Berita Acara Pemeriksaan atau BAP yang tidak ada tanda tangan saksi, tersangka yang diperiksa, hingga penyidik.
Alvin menduga ada cacat prosedur dalam pemeriksaan hingga luputnya pemberian tanda tangan dalam BAP itu. Ia juga menduga penyidik melakukan pemeriksaan tersebut secara daring alias online kepada para saksi dan tersangka.
"Pemeriksaan dapat dilakukan melalui email yang pertanyaannya dikirimkan ke saksi atau tersangka, sehingga di sini lah bisa tidak ada tanda tangan. Jika penyidikan dilakukan langsung, tatap muka, tidak mungkin lupa penyidik atau saksi membubuhkan tandatangannya," tutur Alvin.
Keganjilan selanjutnya, menurut Alvin, banyak surat penerimaan dan berita acara penyitaan yang tidak dibubuhi tandatangan saksi, penyidik, dan orang yang menguasai barang. Padahal menurut KUHAP, Alvin mengatakan dalam surat penyitaan yang disaksikan oleh pengurus lingkungan, harus ada tandatangan dari pemilik barang.
"Ini kenapa banyak sekali surat penyitaan tidak ada tandatangan, bahkan berita acara penyitaan tanggal 17 September 2020 tidak ada tanda tangan penguasa barang Henri Surya?" kata Alvin.
Lebih lanjut, ia menduga penyusunan BAP dan berita acara penyitaan tersangka Henri Surya tidak berdasarkan petunjuk Jaksa dan melanggar hukum acara pidana atau hukum formil. Apalagi pada surat penerimaan dan berita acara penyitaan yang diterima oleh Kejaksaan Agung dari Mabes Polri, pada bagian bawahnya terpotong.
"Celah ini tentu bisa digunakan oknum penyidik untuk nantinya mengganti isi berita acara, baik jumlah barang sitaan maupun bentuk dan jumlah dana yang disita," ujar Alvin.