TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi mengatakan ingin memaksimalkan upaya perampasan aset hasil korupsi dari para koruptor. Salah satu caranya dengan mendorong pengambangan penanganan perkara tindak pidana pencucian uang.
“Tercatat sejak tiga tahun terakhir KPK telah mengeluarkan 11 Surat Perintah Penyidikan perkara TPPU,” kata pelaksana tugas juru bicara KPK Ali Fikri, Jumat, 8 April 2022.
Ali mengatakan perkara terbaru adalah kasus TPPU Wali Kota Bekasi nonaktif Rahmat Effendi. Selain itu, di tahun 2022 KPK juga menyidik perkara TPPU, yakni dalam kasus pengadaan barang dan jasa di Pemerintahan Kabupaten Banjarnegara Tahun 2017-2018.
Setahun sebelumnya pada 2021, KPK menyidik TPPU Proyek Pembangunan Jalan Dalam Kota Namrole Tahun 2015, kasus pengurusan perkara di Mahkamah Agung, korupsi Seleksi Jabatan di Lingkungan Pemerintahan Kabupaten Probolinggo Tahun 2021, kasus Penerimaan Hadiah atau Janji terkait dengan Pemeriksaan Perpajakan Tahun 2016 dan 2017 pada Direktorat Jenderal Pajak, kasud Pengadaan Barang dan Jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan Tahun 2021-2022.
Lalu pada Tahun 2020, terdapat perkara TPPU yaitu pengembangan kasus Suap Pengadaan Pesawat dan Mesin Pesawat dari Airbus S.A.S dan Roll-Royce P.L.C pada PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan tindak pidana gratifikasi terkait dengan jasa konsultasi Bisnis Asuransi dan Reasuransi Oil dan Gas pada PT Asuransi Jasa Indonesia tahun 2008 sampai dengan tahun 2012.
“Pengenaan pasal TPPU penting untuk mengoptimalkan asset recovery atas hasil korupsi,” kata dia.
Menurut Ali, hasil perampasan aset dalam penanganan pidana korupsi selama 2021 berhasil mencapai Rp 419,9 miliar. Nilai pengembalian asset recovery ini masuk ke dalam Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) melalui denda, uang pengganti, rampasan dan juga dari penetapan status penggunaan serta hibah.