INFO NASIONAL - Wakil Ketua MPR-RI, Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid MA, menilai perbedaan penetapan awal bulan Ramadhan 1443 Hijriyah di Indonesia mesti dijadikan sebagai penguat sikap beragama yang toleran dan moderat, dan mengokohkan ukhuwah umat Islam dalam semangat Bhinneka Tunggal Ika.
“Mestinya penentuan awal dan akhir Ramadhan disikapi dengan hal yang konstruktif, tidak menghadirkan keributan. Disikapi dengan penuh kebijaksanaan, berdasarkan ilmu dan tanggung jawab keumatan, serta menjadikannya sebagai momentum menjadikan masalah khilafiyah sebagai rahmat bagi Umat,” ujar HNW, Minggu, 3 April 2022.
Ia melanjutkan, apa pun metode yang dipergunakan untuk menentukan awal Ramadan, semua pihak memulai ibadah puasa pada tanggal 1 Ramadhan 1443 H. Baik yang bertepatan dengan tanggal 2 April seperti di Saudi Arabia, Mesir, Australia, AS, dan Muhammadiyah, maupun pada 3 April seperti Indonesia (MUI/NU), Malaysia, Brunei, China, dan Maroko.
Hidayat mengingatkan Kementerian Agama untuk memfasilitasi perbedaan tersebut dengan tetap mengundang seluruh pihak yang kompeten. Seperti, Muhammadiyah dengan metode ijtihadnya dalam penentuan awal/akhir Ramadhan. Seperti tahun-tahun sebelumnya bisa hadir duduk bersama dalam sidang Isbat penentuan awal Ramadhan dan nanti Idul Fitri 1443 H.
“Metode ijtihad menentukan awal dan akhir Ramadhan / awal Syawal juga beragam. Ada ru’yah mahallii (lokal) atau ‘alamiy (global). Ada hisab hakiki atau ‘urfi, tetapi semuanya sudah lama diterima di kalangan Sunni dan diakui berlaku di NKRI. Maka demi menjaga ukhuwah, toleransi, dan kebersamaan, sudah sewajarnya bila pihak-pihak yang berkompeten sekalipun berbeda, tetap diundang oleh Kemenag, agar bisa menghadiri sidang isbat di awal maupun akhir Ramadhan nanti. Supaya kuatlah komitmen kebersamaan menyambut (tarhib) Ramadhan akan hadirkan amalan yang sesuai dengan bulan Ramadhan Karim (yang mulia dan terhormat),” tutur Wakil Ketua Majelis Syura PKS itu.
Ia pun meminta masyarakat tidak larut dalam mengomentari perbedaan tersebut. Apalagi sampai terpancing dengan ujaran atau tindakan yang malah bisa merusak nilai ibadah puasa di bulan Ramadhan.
Anggota Komisi VIII DPR RI yang antara lain membidangi masalah Agama ini juga mengajak umat Islam Indonesia untuk menjadikan Ramadan untuk menguatkan solidaritas dan soliditas keumatan serta kebangsaan, mengokohkan ukhuwah, serta saling membantu terhadap sesama.
“Jangan larut dengan perbedaan penentuan awal Ramadan, tapi juga jangan lanjutkan pengabaian terhadap potensi besar yang dimiliki umat beserta momentum yang bisa hadir bersama bulan Ramadhan, juga saat nantinya memeriahkan syiar Hari Raya Idul Fithri, sehingga kedatangan Ramadhan maupun kepergian Ramadhan menjadi sarana peningkatan kualitas religiusitas dan takwa, serta menghadirkan kesalehan pribadi dan sosial. Marhaban ya Ramadhan,” ucapnya. (*)