TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Maidina Rahmawati mengapresiasi DPR dan Pemerintah karena mengakomodasi mekanisme victim trust fund atau dana bantuan korban ke dalam draf Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). Dia menilai mekanisme tersebut sangat penting dalam hal pemulihan hak korban.
"Untuk mengefektifkan pemulihan hak korban yang komprehensif tanpa terganjar masalah penganggaran," kata Maidina dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.
Dalam pembahasan Kamis pekan lalu, pemerintah dan DPR sama-sama sepakat untuk mengakomodasi dana bantuan korban dalam rancangan undang-undang tersebut.
Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif menyatakan mekanisme dana bantuan korban tersebut diatur dalam dua ayat. Ayat pertama mengatur bahwa kompensasi bagi korban kekerasan seksual diberikan melalui dana bantuan korban.
Ayat kedua menyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai sumber pendanaan dan tata cara pemberian dana bantuan korban diatur dalam peraturan pemerintah (PP). PP tersebut, kata Eddy, juga akan mengatur lembaga yang akan menangani dana bantuan korban tersebut.
ICJR dan Indonesia Judicial Research Society (IJRS) merekomendasikan agar pembahasan draf PP tersebut dilakukan secara terbuka. Dia mengatakan pihaknya berkomitmen mengawal pembahasan dan memberikan masukan berkaitan dengan rumusan PP tersebut.
Dia juga menilai baik terhadap pembahasan RUU TPKS yang progresif selama sepekan lalu, dengan berlangsung secara terbuka dan mempermudah akses informasi, baik secara fisik maupun daring (online).
"Sehingga masyarakat sipil dapat memantau proses pembahasan RUU secara langsung atau melalui online," tambahnya.
Dia memberikan apresiasi atas keterbukaan anggota DPR maupun perwakilan Pemerintah terhadap masukan dari masyarakat sipil, baik yang sebelumnya telah disampaikan maupun komunikasi real time saat pembahasan.
"Agaknya pembahasan seperti ini dapat dicontoh pada semua pembahasan RUU guna benar-benar menjalankan prinsip negara demokrasi," katanya.
Pada Senin (28/3) sampai Jumat (1/4), Panitia Kerja (Panja) RUU TPKS DPR RI dan Pemerintah hampir menyelesaikan semua pembahasan mengenai daftar inventarisasi masalah (DIM). Pembahasan dilakukan hingga Pasal 73 RUU versi Badan Legislasi (Baleg), tepatnya pada DIM No. 584.
Namun demikian, masih ada isu yang belum terselesaikan dalam RUU TPKS ini, yakni mengenai perumusan unsur tindak pidana kekerasan berbasis gender online (KBGO) atau kekerasan seksual berbasis elektronik (KSBE), eksploitasi seksual, pemaparan tentang tindak pidana pemaksaan aborsi, serta pengaturan rehabilitasi pelaku.