TEMPO.CO, Jakarta - Pimpinan Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) 1965 Bejo Untung menanggapi pernyataan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa yang memperbolehkan keturunan PKI mengikuti tes penerimaan prajurit TNI tahun 2022. Dia mengatakan kabar tersebut menggembirakan.
Bedjo mengaku sudah menonton video penjelasan Andika yang diunggah di aku YouTube Panglima TNI. “Saya langsung sebarkan ke teman-teman korban 65 dan keluarganya. Dan umumnya kami menyambut baik pernyataan Panglima Andika Perkasa,” ujar dia saat dihubungi Jumat, 1 April 2022.
Dia menceritakan kasus di mana salah satu anggota korban 65 yang pernah mendaftar ke Akademi Militer di Magelang, Jawa Tengah. Namun, begitu sampai di sana untuk mengikuti pelatihan, yang bersangkutan dipecat karena setelah diketahui kakeknya termasuk orang yang pernah menjadi tahanan politik. “Itu sangat-sangat mengecewakan,” tutur dia.
Menurutnya, selain menjadi kabar yang menggembirakan, keputusan itu sedikit menghapuskan diskriminasi. “Saya mengucapkan terimakasih yanhg sebesar-besarnya kepada Bapak Panglima, sehingga anak cucu dari orang-orang yang diketahui sebagai anggota PKI itu bisa menjadi TNI,” katanya.
Sebelumnya, Panglima Jenderal Andika Perkasa mengizinkan keturunan Partai Komunis Indonesia (PKI) untuk mendaftar menjadi prajurit TNI. Ini terlihat dalam penjelasannya di akun YouTube Andika Perkasa. Dia menyebut tidak ada dasar hukum yang melarang keturunan PKI untuk bisa mendaftar.
"Zaman saya tak ada lagi keturunan dari apa, tidak, karena saya gunakan dasar hukum," tutur dia di akun YouTube-nya, Rabu, 30 Maret 2022.
Wakil Ketua Badan Pengurus Setara Institute Bonar Tigor Naipospos juga mengapresiasi keputusan tersebut saat dihubungi terpisah. "Kebijakan Panglima TNI ini patut diberikan acungan jempol," tutur dia.
Menurut dia, peristiwa 1965 sudah terjadi lebih dari 50 tahun dan mereka yang merupakan keturunan PKI dan simpatisannya saat ini merupakan generasi ketiga (cucu) dan keempat (cicit). Bonar berujar, adalah tindakan yang irasional dan di luar perikemanusiaan apabila mereka tetap menanggung "dosa turunan" dan diperlakukan tidak setara sebagai warga negara