“Dalam ketentuan itu, iklan rokok masih diperbolehkan. Dengan dihapusnya frase itu, maka semua iklan rokok tidak boleh lagi,” kata M. Joni, Koordinator Tim Litigasi Komnas Perlindungan Anak, saat mendaftarkan permohonan uji materi di Mahkamah Konstitusi, Kamis (29/1).
Dia menyatakan ketentuan yang memperbolehkan iklan rokok tersebut bertentangan dengan pasal 28 A, 28 B ayat(1), 28 C ayat (2), 28 F, dan 28 G Undang-Undang Dasar 1945.
Mereka menilai iklan rokok sebagai strategi perusahaan rokok mengajak anak menjadi perokok. “Itulah alasan mengapa anak-anak merokok,” ujarnya.
Selain Komisi Nasional Perlindungan Anak, pemohon lainnya adalah dua anak: Alvian dan Sekar. Mereka juga merasa dirugikan oleh ketentuan tersebut. Namun, saat pendaftaran permohonan itu mereka tidak hadir. “Mereka punya hak konstitusional mengajukan permohonan ini,” ujar Joni. Mereka akan diwakili oleh kedua orang tuanya.
Dalam siaran persnya, Komisi Nasional Perlindungan Anak menyampaikan beberapa hal yang membuat rokok dan tembakau sangat berbahaya. Menurut mereka, WHO telah menetapkan rokok sebagai endemi global dan telah membunuh tidak kurang satu orang setiap enam detik.
Perusahaan rokok juga dinilai menyasar pasar anak-anak dan remaja untuk menggantikan perokok yang telah meninggal dunia. Iklan rokok yang muncul di media masa juga tidak memenuhi ketentuan. Catatan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Indonesia, selama 2007, menyatakan sebanyak 54 persen iklan rokok tidak memenuhi ketentuan.
SUTARTO