TEMPO.CO, Jakarta - Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum, HAM, dan Kebijakan Publik, Busyro Muqqodas menilai masyarakat sudah gerah dengan kepemimpinan Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Ia mengatakan masyarakat melihat pemerintahan Jokowi sudah melumpuhan sistem pemberantasan korupsi melalui revisi Undang-undang KPK, hingga masalah kelangkaan minyak goreng yang tak kunjung selesai.
Makanya, Busyro meminta masyarakat untuk menolak ide penundaan Pemilu 2024. "Sepatunya elemen-elemen masyarakat sipil, Ormas, NGO, hingga organisasi kemahasiswaan dengan tegas menyatakan penolakan terhadap ide penundaan pemilu ini," ujar Busyro, Rabu, 16 Maret 2022.
Ia menyebut para elite politik yang mengusulkan penundaan Pemilu 2024 tak ubahnya seperti keledai yang tidak belajar dari masa lalu.
"Isu penundaan Pemilu yang digulirkan ini menunjukkan semakin vulgarnya sikap penguasa yang tidak ada rasa malu. Mereka seperti keledai-keledai politik yang tidak belajar dari masa lalu," ujar Busyro.
Ide penundaan Pemilu 2024 yang berimplikasi pada perpanjangan masa jabatan presiden dinilai inkonstitusional. Di samping itu, tidak ada alasan yang bisa dibenarkan untuk mendukung ide ini.
Tiga ketua umum partai politik pendukung pemerintah sebelumnya secara terbuka mendukung penundaan Pemilu 2024. Pernyataan politik itu disampaikan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan.
Dalihnya macam-macam, dari soal perbaikan ekonomi hingga klaim tingginya angka kepuasan masyarakat terhadap kinerja Presiden Jokowi. Teranyar, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan juga mengklaim adanya banyak aspirasi mendukung penundaan Pemilu 2024.
Busyro menilai alasan tersebut terlalu mengada-ada. Menurutnya, tidak ada rakyat yang mendukung ide perpanjangan masa jabatan presiden. Isu penundaan pemilu ini, kata Busyro, sudah jelas bukan aspirasi rakyat, melainkan hanya keinginan penguasa yang memiliki nafsu dan syahwat politik untuk melanggengkan kekuasaan.