TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, mengatakan Presiden Joko Widodo atau Jokowi perlu berbicara dan menanggapi soal usulan Pemilu 2024 ditunda. Sampai saat ini, Jokowi masih belum memberikan pertanyaan apapun, sementara banyak partai hingga kelompok masyarakat menyatakan menolak usulan tersebut.
"Saya kira presiden perlu mengklarifikasi, karena banyak yang menuding Istana terlibat. Bahkan ada berita media yg menuding ‘ada tangan pemerintah’ dalam isu penundaan pemilu. Tentu ini segera perlu di-clear-kan," ujar Adi saat dihubungi Tempo, Jumat, 4 Maret 2022.
Adi mengatakan jika Jokowi terus bungkam, maka isunya akan semakin liar.
Sementara itu pakar politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, juga mengamini pernyataan Ade. Menurut dia, Jokowi harus angkat suara untuk memperjelas posisinya.
"Dulu pernah ada ucapan menolak masa jabatan presiden tiga periode, tapi untuk usulan penundaan Pemilu 2024 dia sampai saat ini belum pernah menyampaikan apapun," kata Ujang.
Wacana Pemilu 2024 ditunda disampaikan pertama kali oleh Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar atau Cak Imin. Usulan agar Pemilu ditunda hingga dua tahun itu kemudian mendapat sambutan dari sejumlah partai, seperti Ketua Umum Golkar, Airlangga Hartarto dan Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan atau Zulhas.
Mereka menyatakan kondisi perekonomian belum stabil akibat Covid-19, sehingga Pemilu 2024 perlu ditunda agar pemerintah bisa fokus untuk pulih. Namun, usulan tersebut mendapat penolakan dari partai NasDem, PKS, Demokrat, PPP, dan PDI Perjuangan.
Tak cuma Parpol, menurut Sigi Lembaga Survei Indonesia (LSI) mayoritas masyarakat juga menolak usulan perpanjangan masa jabatan presiden hingga 2027 dengan alasan apapun. "Menurut mayoritas warga, masa jabatan Presiden Joko Widodo harus berakhir pada 2024 sesuai konstitusi," ujar Direktur LSI, Djayadi Hanan.
Djayadi merinci, sekitar 68-71 persen warga yang menolak perpanjangan masa jabatan presiden, baik karena alasan pandemi, pemulihan ekonomi akibat pandemi, atau pembangunan Ibu Kota Negara baru.
"Mayoritas warga juga lebih setuju bahwa pergantian kepemimpinan nasional melalui Pemilu 2024 harus tetap diselenggarakan meski masih dalam kondisi pandemi (64 persen), ketimbang harus ditunda karena alasan pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi (26,9 persen)," ujar Djayadi.
M JULNIS FIRMANSYAH l DEWI NURITA
Baca: Istana Tanggapi Hasil Survei soal Turunnya Kepuasan terhadap Kinerja Jokowi