Terkait peristiwa pemeriksaan warga yang ingin mengambil sepeda motor itu, Sofyan mengaku belum mengetahui. Namun, informasi yang dia dapatkan adalah memang betul ada puluhan sepeda motor yang diangkut polisi, termasuk kelengkapan aksi fasilitas sound system. “Sekitar 25 sepeda motor.”
Selain itu, Sofyan menerangkan, dua hari setelah demo terjadi dirinya mendapatkan kabar dari Desa Silutung, Kecamatan Tinombo Selatan, di mana warganya yang terlibat demo dikumpulkan di kantor desa oleh pihak polisi yang dihadiri kepala desa. Mereka ditanyai terkait demo yang dilangsungkan, termasuk perannya masing-masing, dengan pertanyaan yang memojokkan.
Padahal, siang di hari yang sama, dirinya mengaku telah bertemu dengan Kapolres Parigi Moutong dan Komnas HAM di rumah duka korban yang tewas tertembak.
“Akhirnya kami menyepakati untuk cooling down. Saya jug ameminta kepada teman-teman untuk tidak membuat gerakan dulu, karena kepolisian berjanji menuntaskan kasus penembakan ini,” tutur dia.
Namun, ternyata malam harinya ada tindakan intimidasi dengan mengunjungi beberapa desa. “Saya telepon Ketua Komnas HAM itu, ini maksudnya apa, akhirnya keluarlah pernyataan dari Kapolda untuk menarik pasukannya, mungkin ketua Komnas HAM sudah melakukan komunikasi ya.”
Dia juga mengatakan bahwa hingga saat ini juga masih ada peserta aksi yang pergi dari kampungnya untuk menghindari pengejaran polisi.
Kata Polda Sulsel soal pengejaran
Ketika dimintai konfirmasi soal dugaan pengejaran yang masih dilakukan aparat, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sulawesi Tengah Komisaris Besar Didik Supranoto, membantah dugaan itu. “Tidak ada yang dikejar, Polri sekarang masih fokus pengungkapan kasus ke dalam internal,” katanya saat dihubungi terpisah.
Dia juga menjelaskan bahwa sudah tidak ada lagi penangkapan setelah 45 orang yang sudah dibebaskan sehari setelah demo dilakukan. “Sampai sekarang tidak ada lagi yang ditangkap,” katanya.
Baca: Pengakuan Warga soal Asal Mula Penolakan Tambang Emas di Parigi Moutong