TEMPO.CO, Jakarta - Deputi V Kantor Staf Kepresidenan, Jaleswari Pramodhawardani merespons tudingan yang menyatakan pemerintah melakukan serangan terhadap kebebasan berpendapat karena membatasi pendaftaran hingga pendanaan organisasi non-pemerintah (NGO).
Pernyataan ini sebelumnya dilontarkan Pakar hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum (STIH) Jentera, Bivitri Susanti, saat bercerita soal empat ancaman terkini terhadap kebebasan berpendapat di Tanah Air. Dia menyebutkan di antaranya, pembatasan pendaftaran dan pendanaan NGO oleh pemerintah.
Menurut Jaleswari, tudingan itu tidak tepat karena pengaturan yang dilakukan pemerintah terkait pendaftaran dan pendanaan NGO selama ini telah mengacu pada konstitusi. Apalagi, sudah ada jaminan pemenuhan hak berserikat.
"Pengaturan tersebut juga tidak perlu dianggap sebagai serangan terhadap kebebasan berpendapat. Perlu diingat bahwa pengaturan mengenai hak berserikat juga dimungkinkan dan diberikan ruangnya oleh konstitusi kita," kata dia saat dihubungi, Ahad, 20 Februari 2022.
Selama ini, dia menekankan, pengaturan yang telah dibuat para pemangku kebijakan terkait hal itu semata-mata untuk menjamin iklim kebebasan berserikat di Indonesia tetap sejalan dengan maksud pembatasan yang diperbolehkan dalam konstitusi.
Di antaranya untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
"Rasio konstitusional terkait pengaturan mengenai kebebasan berserikat tersebut pun merupakan praktik yang lumrah bila dikomparasikan dengan praktik di negara-negara demokrasi lainnya," tuturnya.
Dalam memberikan pengaturan terhadap NGO atau yang kemudian disebutnya sebagai organisasi masyarakat (ormas), pemerintah menurutnya sudah mengikuti Undang-Undang No. 16 Tahun 2017 juncto Undang-Undang No. 17 Tahun 2013 serta peraturan perundang-undangan lainnya.
"Sudah ada payung hukum yang mengatur segala ruang lingkup terkait organisasi kemasyarakatan (Ormas), mulai dari aspek pendaftarannya, pendanaannya, hingga operasionalnya," tegas Jaleswari.
Di dalam peraturan perundang-undangan terkait, juga terdapat rambu-rambu yang mengatur hal-hal yang dilarang untuk dilakukan oleh Ormas. Contohnya, larangan menganut ideologi yang bertentangan dengan Pancasila, melakukan kegiatan separatis yang mengancam kedaulatan Negara hingga larangan terlibat dalam kegiatan yang dapat mendukung tindak pidana terorisme.
"Bila kemudian terdapat mekanisme prosedural yang diterapkan oleh Pemerintah, hal tersebut semata-mata dilakukan untuk menjamin Ormas di Indonesia berjalan dalam kerangka rambu-rambu yang sudah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan terkait," paparnya.
Di sisi lain, Jaleswari menekankan, pemerintah juga pada dasarnya tidak pernah melarang organisasi asing untuk memberikan dana ke masyarakat sipil. Namun, bila dalam proses pemberian bantuannya melalui sejumlah prosedur, diakuinya memang benar.
"Hal ini untuk menjamin bahwa bantuan yang disalurkan tidak ditujukan untuk mendukung kegiatan Ormas yang bertentangan dengan larangan yang ditetapkan pada peraturan perundang-undangan terkait Ormas," ungkap Jaleswari.
Baca: Pakar Hukum Sebut Pemerintah Mulai Batasi Pendaftaran dan Pendanaan NGO