Sofyan menilai ketidakhadiran Gubernur Rusdy saat itu dikarenakan adanya salah komunukasi dan sudah didesain oleh Tenaga Ahli Gubernur yang dianggapnya sengaja untuk membenturkan masyarakat dan pimpinan daerahnya. “Akhirnya saya dengar gubernur kewalahan, karena belum ada informasi di mejanya satu pun terkait situasi pertambangan. Ini sudah sata pastikan setelah komunukasi dengan teman-teman,” ujar dia.
Aksi unjuk rasa pada 12 Februari itu mengakibatkan korban meninggal. Dia adalah Erfaldi atau Aldi (21 tahun) mahasiswa dari Desa Tada, Kecamatan Tinombo Selatan, Kabupaten Parigi Moutong.
Respon Gubernur Sulawesi Tengah
Semenatara, Rusdy mengaku tidak memiliki wewenang untuk mencabut izin usaha pertambangan (IUP) PT TK. “Saya tidak punya kewenangan untuk mencabut izin. Saya hanya mengusulkan sesuai dengan hasil kajian yang dilakukan Kementerian ESDM,” ujar dia dikutip Antaranews, Senin lalu.
Dia menyebutkan penerbitan IUP PT TK sudah dilaksanakan sejak tahun 2012 dan saat itu tidak ada penolakan. “Pada waktu kampanye aspirasi tentang IUP itu sudah ada, tapi ada masyarakat yang setuju, ada juga yang tidak,” katanya.
Terkait keinginan masyarakat untuk mencabut IUP itu, pemerintah disebutnya akan melakukan kajian pemberhentian IUP atau pengusulan penciutan luas area. Dia mengatakan bahwa pemerintah daerah tidak akan diam dan sudah mendengar keinginan masyarakat, serta akan mengirimkan surat ke pemerintah pusat.
Selain itu, Gubernur Sulawesi Tengah Rusdy juga meminta kepada pihak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus penembakan terhadap aksi massa. “Soal itu kami percayakan kepada pihak kepolisan, saya menyampaikan turut berduka cita sedalam-dalamnya,” tutur Rusdy.
Baca: Walhi Sulteng Duga Penambangan Emas di Parigi Moutong Bikin Air Tercemar