TEMPO.CO, Jakarta - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengusulkan pemasukan aturan tentang Penyelenggaraan Pendidikan Nasional di Situasi Darurat dalam revisi UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). Menurut Sekretaris Jenderal FSGI, Heru Purnomo, di dalam draf pihaknya belum menemukan terkait dengan aturan itu.
Heru mengatakan bahwa situasi darurat yang dimaksud bisa saja karena bencana alam, misalnya gempa bumi, gunung meletus, asap kebakaran hutan, banjir bandang, tsunami, dan lainnya yang mengakibatkan peserta didik tidak bisa bersekolah tatap muka. Termasuk pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung selama 2 tahun.
Bencana gempa bumi yang pernah melanda Lombok, Nusa Tenggara Barat; dan Palu, Sulawesi Tengah, misalnya. Bencana itu meruntuhkan gedung sekolah, dan memperbaikinya butuh waktu lama, bisa berbulan-bulan lamanya. “Nah, di sinilah pemerintah Indonesia seharusnya sudah siap menggunakan penyelenggaraan pendidikan dalam situasi darurat”, ujar Heru dalam keterangan tertulis pada Ahad, 20 Februari 2022.
Menurut Heru, ketiadaan ketentuan tentang penyelenggaraan pendidikan di masa darurat berdampak pada kegagapan semua pihak saat ada bencana di Indonesia. “Sehingga setiap ada bencana di suatu daerah, sulit bagi sekolah dan Dinas Pendidikan menanggulangi dampak terhadap sektor pendidikan,” kata Heru.
Ada beberapa ketentuan substansi yang perlu ada dalam perubahan UU Sisdiknas tentang penyelenggaraan pendidikan dalam situasi darurat. Salah satunya adalah dalam hal standar isi, di mana pemerintah wajib menyiapkan dua jenis kurikulum nasional, yaitu kurikulum dalam kondisi normal dan kurikulum dalam kondisi darurat.
Selain itu, dalam hal tenaga pendidik, pemerintah wajib menyiapkan pendidik untuk mampu melakukan proses pembelajaran dalam situasi normal maupun darurat. Dalam hal standar penilaian, pemerintah harus menyiapkan standar penilaian untuk situasi normal maupun darurat, sehingga pendidik dan peserta didik tidak dibebani target pencapaian di saat kondisi darurat.
“Karena tidak mungkin melaksanakan pembelajaran secara normal di wilayah yang sedang mengalami bencana alam/non alam,” tutur Mansur, Wakil Sekjen FSGI yang juga guru di Lombok yang pernah merasakan pendidikan darurat pasca gempa pada tahun 2018 lalu.