TEMPO.CO, Jakarta - Akademisi dan sejumlah organisasi masyarakat sipil mendesak Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mencabut Izin Lingkungan Analisis Dampak Lingkungan Bendungan Bener. Para akademisi itu menilai Amdal bendungan Bener dilakukan secara tidak benar.
“Meminta Gubernur Jawa Tengah untuk mencabut Izin Lingkungan AMDAL karena dokumen ANDAL (Analisis Dampak Lingkungan) disusun dengan metode yang tidak valid sehingga tidak layak dijadikan acuan pengambilan keputusan,” kata akademisi dari Institut Pertanian Bogor, Rina Mardiana dalam keterangan tertulis, Kamis 17 Februari 2021.
Para akademisi membedah Andal Bendungan Bener di Purworejo melalui dua kegiatan. Pertama, meninjau langsung lokasi dan membedah dokumen Andal serta meminta kesaksian warga Desa Wadas. Selain IPB, pengajar dari Universitas Negeri Semarang, Universitas Sebelas Maret dan Universitas Gadjah Mada ikut dalam penelitian ini.
Dari penelitian itu, tim menemukan terdapat masalah dalam dokumen Andal Bendungan Bener dari aspek formil dan materil. Dalam aspek formil, tim menemukan konsultasi publik tidak dilakukan dengan mekanisme seharusnya, yaitu dua arah dengan warga. Ditemukan pula klaim sepihak terhadap persetujuan warga. Penyusunan Andal, kata dia, mengabaikan penolakan warga Wadas terhadap rencana kegiatan penambangan batuan andesit.
Rina mengatakan analisis risiko juga tidak dilakukan secara menyeluruh. Sehingga berpotensi menimbulkan dampak serius baik secara fisik, psikis dan memicu bencana alam lainnya tanpa proses tanggung jawab yang jelas.
“Penelitian tidak dilakukan mendalam, hanya sepintas lalu,” ujar Rina. Selain itu, tim menemukan upaya memaksakan keinginan warga dengan pelibatan aparat keamanan dan desa.
Sementara secara materil, tim menemukan Andal tidak memperhatikan relasi sejarah masyarakat Wadas dan lingkungannya, serta nilai, pengetahuan, dan religiusitasnya tidak menjadi dasar pertimbangan dalam penyusunan dokumen. Dokumen Andal, kata dia, juga tidak memperhatikan secara serius dampak dari kegiatan pertambangan yang berpotensi merampas ruang hidup para perempuan wadas dan anak, untuk mendapatkan perlindungan milik serta akses alam. Ini berkecenderungan besar berdampak ketidakdilan lintas generasi.
Dengan temuan itu, para akademisi meminta Ganjar mencabut izin lingkungan itu, karena metode yang dilakukan tidak valid. Mereka juga menolak penambangan batuan andesit di desa Wadas. Menurut para akademisi, pemerintah harus mengubah watak pembangunan. Dari yang hanya mengejar pertumbuhan ekonomi dan mengabaikan manusia serta lingkungan. “Sehingga proyek-proyek serupa harus ditinjau ulang,” tutur Rina.