TEMPO.CO, Jakarta - Epidemiolog dari Griffith University, Australia, Dicky Budiman menilai pemerintah terlalu cepat mengklaim bahwa kasus Covid-19 varian Omicron sudah mencapai puncaknya. Pemerintah bahkan menyebut beberapa daerah sudah melampaui puncak dan akan segera melandai.
Penentuan puncak kasus Covid-19, ujar Dicky, mesti didukung oleh angka testing yang kuat. "Sementara data-data yang ada belum memperkuat klaim itu," ujar dia saat dihubungi Tempo pada Selasa, 15 Februari 2022.
Adapun data Kementerian Kesehatan menunjukkan rata-rata tes spesimen dalam tujuh pekan terakhir berkisar di angka 400 ribu. Kemampuan tes tersebut dinilai masih jauh dari kata memadai. Untuk itu, Dicky menyarankan pemerintah semakin hati-hati melihat gelombang Omicron ini.
"Lagipula ketika sudah mencapai puncak, belum berarti langsung selesai Omicron itu. Tren di beberapa negara, bisa naik lagi dan agak lama turunnya. Negara-negara besar itu punya banyak potensi ledakan di daerah. Tren Omicron itu, masing-masing daerah akan memiliki puncak berbeda. Lain halnya dengan Delta yang bersamaan," ujar Dicky.
Kemarin,
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut kasus Omicron sudah mencapai puncaknya pada 55 ribu kasus. "Puncak kasus Omicron kami sudah dapatkan yaitu 55 ribu kasus, dengan kematian 111 kasus. Ini jauh sekali dibandingkan kasus Delta di 2021," ujar Budi.
Saat gelombang varian Delta, puncak kasus terjadi pada 15 Juli 2021 dengan 56 ribu kasus, dan puncak kematiannya 2.069 kasus. Budi bahkan menyebut enam provinsi sudah melampaui puncak varian Delta, yakni DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Papua.
Kendati demikian, pemerintah tetap waspada akan potensi lonjakan kasus mulai bergeser ke daerah lain. "Setelah daerah-daerah ini melampaui puncak, pemerintah memprediksi baru nanti akan bergeser ke provinsi-provinsi seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta dan daerah luar Jawa-Bali," ujar Budi.
Menurutnya fasilitas kesehatan sangat memadai untuk mengantisipasi lonjakan kasus di sejumlah daerah. Sebab, semua provinsi yang sudah melampaui puncak Delta itu, tingkat keterisian rumah sakitnya jauh lebih rendah dibandingkan dari puncak Delta.
Adapun kapasitas tempat tidur di
rumah sakit yang disiapkan di Jawa-Bali hari ini sekitar 55 ribu, sementara yang terisi baru 21 ribu tempat tidur. Bila menggunakan kapasitas maksimal di angka 87 ribu tempat tidur seperti saat Delta, ujar Budi, maka BOR hari ini di Jawa-Bali hanya terisi sekitar 25 persen. Angka ini masih jauh di bawah standar memadai WHO, yakni sebesar 60 persen.