TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Divisi Advokasi LBH Yogyakarta, Julian Dwi Prasetya, menjelaskan nasib tiga warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah yang perkaranya naik ke penyidikan. Dia mengatakan bahwa belum ada proses lebih lanjut perihal perkara tersebut.
“Mereka statusnya masih sebagai saksi, masih belum ada proses lanjutan,” ujar dia saat dihubungi pada Senin, 14 Februari 2022.
Sebelumnya, pada Selasa, 8 Februari, secara keseluruhan ada 67 orang yang ditangkap dalam peristiwa di Desa Wadas. Mereka terdiri dari 60 orang warga Wadas (13 di antaranya anak-anak), 5 solidaritas, 1 Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta (Dhanil Al-Ghifari), dan 1 orang seniman (Yayak Yatmaka).
Setelah hampir seharian dilakukan pemeriksaan, ternyata ada tiga orang warga yang perkaranya dinaikkan dari penyelidikan menjadi penyidikan, dalam status sebagai saksi. Mereka diduga melakukan tindak pidana dan melanggar pasal 28 UU ITE tentang penyebaran konten bermuatan SARA, dan pasal 14 junto 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang seseorang yang menyiarkan berita bohong yang membuat keonaran.
Selain itu, karena sudah masuk ke penyidikan, polisi melakukan penyitaan tiga buah ponsel milik warga tersebut. Namun, semua yang ditangkap tersebut sudah dipulangkan semuanya.
“Termasuk tiga orang ini tidak ditahan, semuanya dipulangkan bersama yang lainnya,” katanya.
Sementara, Koalisi Serius Revisi UU ITE mendesak agar polisi membebaskan tiga warga Desa Wadas yang dituduh melanggar UU ITE. Koalisi menilai ketiga warga desa itu sama sekali tidak melanggar UU ITE.
“Mereka hanya mengabarkan situasi yang terjadi secara nyata di desa mereka sendiri,” kata perwakilan koalisi dari Aliansi Jurnalis Independen Indonesia Ika Ningtyas pada Kamis, 10 Februari.
Ika menilai siaran yang dilakukan oleh warga itu bertujuan meminta tolong kepada publik atas peristiwa kekerasan yang terjadi pada warga. “Warga memberitakan mengenai situasi nyata yang terjadi secara langsung,” ujar Ika.
Karena itu, kata dia, koalisi menganggap tuduhan kepada warga tersebut merupakan upaya untuk membungkam dan mengancam warga saat menjalankan protes secara damai dan membela haknya. “Polisi harus menghentikan proses hukum dan membebaskan ketiga warga tanpa syarat,” ujar dia.
Koalisi Serius Revisi UU ITE merupakan perkumpulan yang terdiri dari sejumlah organisasi masyarakat sipil. Selan AJI, sejumlah organisasi lainnya yang bergabung adalah Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Southeast Asian Freedom of Expression Network, Yayasan Perlindungan Insani, Remotivi dll. Koalisi dibentuk untuk mengadvokasi revisi pasal-pasal karet dalam UU ITE.
Baca: Jokowi Disebut Mirip Soeharto di Kasus Wadas, Ngabalin: Tuduhan Itu Tendensius