INFO NASIONAL- Anggota Komisi IX Saleh Partaonan Daulay mengatakan belum mendapat keterangan yang jelas dan lengkap terkait Permenaker No. 2/2020. Dalam rapat-rapat dengan Kementerian Ketenagakerjaan Kemenaker dan BPJS Ketenagakerjaan, perubahan tentang mekanisme penarikan JHT tidak dibicarakan secara khusus. Bahkan dapat dikatakan, belum disampaikan secara komprehensif.
"Mestinya, rencana terkait penetapan kebijakan ini sudah disounding dulu ke DPR. Mulai dari payung hukumnya, manfaatnya bagi pekerja, sampai pada keberlangsungan program JHT ke depan. Dengan begitu, kalau ditanya, kami juga bisa menjelaskan," ujarnya
Baca Juga:
Menurutnya, Permenaker tersebut harus dipastikan agar tidak merugikan para pekerja. Dia mendengar banyak penolakan dari asosiasi dan serikat pekerja. Ha ini akan menyebabkan tidak efektifnya kebijakan dimaksud.
"Para pekerja kelihatannya merasa sering ditinggalkan. Ada banyak kebijakan pemerintah yang seakan diputus secara sepihak. Mulai dari UU Ciptaker sampai pada persoalan upah minum. Hari ini, ada pula persoalan JHT yang hanya bisa ditarik setelah 56 tahun," kata Saleh
Yang dia dengar, alasan pemerintah adalah agar tidak terjadi double klaim. Di satu pihak ada jaminan kehilangan pekerjaan (JKP), di pihak lain ada JHT. Lalu, kebijakan ini juga imaksudkan untuk mengembalikan fungsi JHT ke tujuan awalnya.
"Masalahnya, JKP itu kan payung hukumnya adalah UU Ciptaker. Apakah sudah bisa diberlakukan? Bukankah Permenaker ini dikeluarkan setelah putusan MK yang menyatakan UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat? Kalaupun misalnya JKP boleh diberlakukan, lalu mengapa JHT harus 56 tahun? Apa tidak boleh misalnya diambil berdasarkan situasi dan kondisi pekerja? Katakanlah, misalnya, karena kondisi pekerja yang sangat sulit, lalu dibolehkan dapat JKP dan JHT? Atau banyak opsi lain yang dimungkinkan," ujarnya.
Selain itu, Saleh yang juga Ketua Fraksi PAN melihat kebijakan ini kurang sosialisasi. Artinya, kementerian ketenagakerjaan belum maksimal mengedukasi masyarakat terkait JKP. Kalau betul JKP ini bagus, tentu masyarakat akan mendukung.
Angota DPR Dapil Sumut II ini melihat Permenaker No. 2/2020 sangat layak untuk diperbincangkan di publik untuk mendapatkan masukan dari masyarakat, terutama dari kalangan pekerja. Kalau hasil diskusi publik itu menyatakan Permenaker merugikan para pekerja, kami mendorong agar Permenaker ini dicabut. "Harus dibuka ruang untuk diskusi. Tidak baik juga kalau suatu kebijakan strategis tidak melibatkan pihak-pihak terkait," katanya.(*)