TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Amnesty Internasional, Usman Hamid, menilai pengerahan pasukan berlebihan di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah harus dipertanggungjawabkan. Pasalnya aparat terlihat melakukan tindakan represif terhadap warga setempat.
“Kami menilai bahwa pengerahan pasukan itu merupakan tanggung jawab pimpinan pemerintah pusat dalam hal ini Presiden Jokowi, Menteri, dan juga pemerintah daerah yaitu Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo,” ujar dia dalam konferensi pers virtual, Kamis, 10 Februari 2022.
Alasannya, Usman melanjutkan, karena pengerahan pasukan itu adalah respon terhadap surat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pada tanggal 3 Februari. Juga surat Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (ATR/ BPN) tanggal 4 Februari, tentang permohonan personel pengamanan pelaksanaan inventarisasi dan identifikasi di Desa Wadas.
Jadi, kata Usman, kebijakan kementerian tersebut ditambah dengan kebijakan permintaan pengamanan. Misalnya dari BPN kepada Kapolda dan juga Kebijakan Gubernur yang merupakan penjabaran dari kebijakan di tingkat pusat tentang percepatan penanganan proyek strategis nasional untuk Bendungan Bener.
“Jadi Presiden Jokowi dan Gubernur Ganjar harus bertanggung jawab atas pengerahan pasukan yang berlebihan dan segala dampak ikutannya yang melanggar prinsip pemolisian yang demokrastis, kaidah negara hukum dan penghormatan HAM,” katanya lagi.
Selain itu, Amnesty Internasional juga meminta agar semua warga yang ditangkap harus dibebaskan, dan yang dikenakan pasal harus dicabut. Karena tidak sesuai dengan prosedur hukum acara pidana, juga tidak ada bukti mereka melakukan tindakan kriminal.
“Harus dicabut pasal yang berbahaya seperti pasal 14-15 UU Nomor 1 tahun 1946 karena itu bisa membuat mereka ditahan mengingat ancaman hukumannya bisa mencapai 10 tahun,” tutur Usman.
Menurut Usman, negara wajib memberikan rehabilitasi nama baik kepada mereka yang ditangkap termasuk dari pihak LBH Yogyakarta yang dipukul dan dihalangi atau seniman yang juga ikut ditangkap. Selain itu, dia juga meminta agar menarik pasukan dari Desa Wadas agar warga bisa kembali berkegiatan normal, bertani, memberi makan ternak, beribadah, bersosialisai, dan bermain untuk anak-anak.
Usman juga meminta agar menghentikan pencarian warga yang kini berusaha menyelamatkan diri, hentikan pencarian dengan cara yang tidak perlu seperti menggunakan anjing pelacak, dan hentikan segala bentuk intimidasi terhadap warga. Tindaklah pelaku yang terlibat dan usutlah tindakan gangguan internet atau gangguan telepon seluler dan peretasan media sosial.
“Negara wajib secara konstitusional untuk menjamin hak warganya, termasuk warga Wadas untuk menyampaikan pendapat, termasuk menjamin keselamatan mereka,” ujar dia sambil menambahkan meskipun mereka berbeda pandangan dengan pemerintah yaitu menolak pembangunan Bendungan Bener dan aktivitas pertambangan.
Sebelumnya, ratusan polisi mendatangi Desa Wadas pada Selasa lalu. Mereka tiba untuk mengawal pengukuran tanah yang akan dijadikan area penambangan batuan andesit. Batuan andesit ini akan menjadi material utama pembangunan Bendungan Bener. Belakangan, polisi malah menangkapi warga Wadas yang sejak awal menolak rencana penambangan tersebut karena berpotensi merusak lingkungan.
Baca juga: Koalisi Serius Revisi UU ITE Desak Polisi Bebaskan 3 Warga Desa Wadas