TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Alexander Marwata mengumumkan penahanan bekas Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Mochamad Ardian Noervianto. Dia merupakan tersangka dugaan kasus penerimaan hadiah atau janji terkait pengajuan Dana Pemulihan Ekonomi Nasional Daerah (PEN) untuk Kabupaten Kolaka Tahun 2021.
Selain Ardian, penetapan tersangka juga dilakukan terhadap dua orang lainnya, yaitu Bupati Kabupaten Bupati Kolaka Timur periode 2021-2026 Andi Merya Nur dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna Laode M. Syukur Akbar. Alex lalu menjelaskan konstruksi perkara tersebut.
Menurut Alex kasus tersebut bermula dari Ardian yang memiliki tugas di antaranya melaksanakan investasi pemerintah, yaitu pinjaman PEN tahun 2021 dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. “Melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) berupa pinjaman program dan atau kegiatan sesuai kebutuhan daerah,” ujar Alex dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Rabu, 2 Februari 2022.
Dengan tugas tersebut Ardian memiliki kewenangan dalam menyusun surat pertimbangan Menteri Dalam Negeri atas permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan oleh pemerintah daerah. Sekitar Maret 2021, Andi selaku Bupati Kolaka Timur periode 2021-2026 menghubungi Laode agar bisa dibantu mendapatkan pinjaman dana PEN untuk Kabupaten Kolaka Timur.
Selain menghubungi Laode, ada pula permintaan bantuan lain oleh Andi pada L.M. Rusdianto Emba yang juga telah mengenal baik Ardian. Selanjutnya sekitar Mei 2021, Laode mempertemukan Andi dengan Ardian di kantor Kemendagri, Jakarta. Andi mengajukan permohonan pinjaman dana PEN sebesar Rp 350 miliar dan meminta agar Ardian mengawal dan mendukung proses pengajuannya.
“Tindak lanjut atas pertemuan tersebut, Ardian diduga meminta adanya pemberian kompensasi atas peran yang dilakukannya dengan meminta sejumlah uang, yaitu 3 persen secara bertahap dari nilai pengajuan pinjaman,” kata Alex.
Diduga ada persyaratan yang diminta oleh Adrian mengenai pemberian uang secara bertahap yakni 1 persen saat dikeluarkannya pertimbangan dari Kemendagri, 1 persen saat keluarnya penilaian awal dari Kemenkeu dan 1 persen saat ditandatanganinya MoU antara PT SMI dengan Pemkab Kolaka Timur. Keinginan Adrian kemudian disampaikan ke Laode untuk selanjutnya di informasikan kepada Andi.
Setelah itu Andri memenuhi keinginan Adrian, lalu mengirimkan uang sebagai tahapan awal sejumlah Rp 2 miliar ke rekening bank milik Laode yang juga diketahui L.M. Rusdianto Emba. Dari uang sejumlah Rp 2 miliar itu, diduga dilakukan pembagian dimana Adrian menerima dalam bentuk mata uang Dollar Singapura sebesar 131.000 setara dengan Rp 1,5 miliar yang diberikan langsung di kediaman pribadinya di Jakarta. Adapun Laode menerima Rp 500 juta.
“Mengenai uang yang diterimannya, Adrian diduga aktif memantau proses penyerahannya walaupun saat itu sedang melaksanakan isolasi mandiri,” tutur Alex sambil menambahwa bahwa mereka selalu berkomunikasi dengan beberapa orang kepercayaannya yang sebelumnya sudah dikenalkan dengan Laode.
Setelah Adrian menerima uang tahap pertama dimaksud, kemudian dilakukan pertemuan lanjutan di salah satu restoran di Jakarta yang dihadiri oleh Adrian dan Laode. Tujuannmya untuk membahas kelanjutan pengawalan yang dilakukan Adrian serta adanya jaminan oleh Adrian bahwa permohonan pinjaman dana PEN telah lengkap.
“Permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan Andi disetujui dengan adanya bubuhan paraf Adrian pada draft final surat Menteri Dalam Negeri ke Menteri Keuangan,” ujar tutur Alex Marwata.
Atas perbuatannya, kata Alex, para tersangka disangkakan, yakni Andi sebagai pemberi, melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999. Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara tersangka Ardian Noervianto dan Laode disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999. Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Baca Juga: Terlibat Kasus Suap, KPK Tahan Eks Dirjen di Kemendagri Ardian Noervianto