TEMPO.CO, Jakarta - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menemukan 73 ribu transaksi keuangan yang mencurigakan sepanjang 2021. "Ini merupakan jumlah yang sangat besar," kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam rapat bersama Komisi Hukum DPR, Senin, 31 Januari 2022.
Selain itu, PPATK juga menerima 19,7 juga laporan transaksi keuangan dari dan ke luar negeri. Lalu 2,5 juta laporan transaksi keuangan tunai dan 39 ribu laporan transaksi penyediaan barang dan jasa.
PPATK tahun kemarin juga telah menyampaikan 1.104 laporan hasil analisa termasuk dalam mendukung program uji kelayakan dan kepatutan seleksi jabatan pimpinan tinggi. Di samping itu, PPATK telah menyampaikan 24 laporan hasil pemeriksaan 23 rekomendasi kebijakan dan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan antipencucian uang kepada 240 penyidik tindak pidana pencucian uang.
"Walaupun di era pandemi, tahun 2021 PPATK menerima tidak kurang dari 10.000 laporan transaksi per jam, artinya PPATK masih dihujani laporan dari pihak pelapor."
Terkait dengan penilaian risiko TPPU pada tahun 2021, kata dia, terdapat beberapa perubahan dan ancaman baru terhadap aspek pencegahan dan pemberantasan TPPU, tindak pendanaan pidana terorisme, dan pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal. Sedangkan korupsi dan narkotika merupakan jenis tindakan pidana TPPU yang berisiko tinggi terhadap pencucian uang domestik.
Tren pendanaan terorisme juga mengalami banyak perubahan dari awalnya menggunakan sumber ilegal dari perampokan, kriminalisasi, atau kekerasan, berubah menjadi pengumpulan dana dengan skema penggalangan dana dengan label sumbangan kemanusiaan atau bisnis yang sah.
"Untuk itu PPATK berupaya untuk meningkatkan pengawasan dan pencegahan berbagai aliran dana di Indonesia. Tak terkecuali transaksi keuangan di ruang virtual," ujarnya.
IMAM HAMDI