Pada 1924, KH Abdul Wahab Chasbullah menggagas pendirian Jam’iyyah yang langsung disampaikan kepada Mbah Hasyim untuk meminta persetujuan. Namun, Mbah Hasyim tidak lantas menyetujui usulan tersebut sebelum ia melakukan sholat istikharah.
Sikap bijakasana dan penuh kehati-hatian yang ditunjukan oleh Mbah Hasyim dalam menyambut permintaan Kiai Wahab dilandasi oleh banyak hal, salah satunya adalah posisi Mbah Hasyim saat itu lebih dikenal sebagai Bapak Umat Islam Indonesia (Jawa).
Mbah Hasyim juga menjadi tempat meminta nasihat oleh banyak tokoh pergerakan nasional. Mbah Hasyim menilai bahwa ide untuk mendirikan sebuah organisasi harus dikaji secara mendalam
Istikharah yang dilakukan oleh Mbah Hasyim dikisahkan oelh KH AS’ad Syamsul Arifin dan Kiai As’ad menceritakan bahwa petunjuk dari istikharah Mbah Hasyim justru tidak jatuh di tangannya untuk mengambil keputusan, melainkan diterima oleh Mbah Cholil.
Dari petunjuk tersebut, Kiai As’ad yang saat itu menjadi santri Mbah Cholil berperan sebagai mediator antara Mbah Cholil dan Mbah Hasyim. Ada dua petunjuk yang harus dilaksanakan oleh Kiai As’ad.
Proses lahir dan batin yang panjang serta berlika-liku menjadi suatu simbol bahwa pendirian NU tidaklah mudah karena harus melalui serangkaian perjuangan. Hal ini terjadi karena pendirian NU adalah suatu respons terhadap berbagai masalah keagamaan, peneguhan mazhab, dan alasan-alasan kebangsaan serta sosial masyarakat.
Selanjutnya: Bisa dikatakan bahwa NU adalah lanjutan dari komunitas-komunitas...