TEMPO.CO, Jakarta - Deputi V Kepala Staf Kepresidenan Jaleswari Pramodhawardani, mengutuk adanya dugaan praktik perbudakan oleh tersangka korupsi Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin Angin. Ia mengatakan jika terbukti, maka pelaku harus dihukum berat.
"Kami akan memastikan tersangka mendapatkan hukuman seberat-beratnya," kata Jaleswari dalam keterangan tertulis, Selasa, 25 Januari 2022.
Dugaan perbudakan ini terungkap pasca Terbit ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sebuah Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Selasa, 18 Januari 2022 lalu. Dalam proses pemeriksaan tersangka, masyarakat menemukan adanya kerangkeng seperti sel penjara di dalam rumah Perangin.
Dikabarkan sekitar 40 orang pernah dikerangkeng dan diperlakukan laksana budak di rumah Bupati Langkat ini. Ia memuji langkah masyarakat yang langsung melaporkan hal ini ke Migrant Care dan Komnas HAM.
"Saya tidak membayangkan kejahatan perbudakan seperti yang dilakukan bertahun-tahun oleh Bupati Langkat tanpa diketahui masyarakat. Dan ini adalah tahun 2022," kata Jaleswari.
Ia mengatakan tindakan Terbit itu melanggar berbagai perundang-undangan, baik itu KUHP, maupun UU Tipikor. Terbit juga melanggar UU Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (Konvensi Anti Penyiksaan) yang diratifikasi Indonesia segera setelah memasuki masa reformasi 1998.
Jaleswari pun berterima kasih kepada KPK yang menangkap Terbit Rencana Perangin Angin. Tanpa penangkapan tersebut, ia menyebut praktik perbudakan ini belum tentu segera terungkap.
"Saya berharap aparat penegak hukum mendengar suara hati dan rasa keadilan masyarakat dengan menghukum seberat-beratnya pelaku praktik korupsi dan perbudakan," kata dia.
Baca: Ditanya soal Kerangkeng, Kakak Bupati Langkat Tertunduk