TEMPO.CO, Jakarta - Seorang hakim wajib menjunjung tinggi Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim sebagai panduan keutamaan moral bagi setiap hakim, baik di dalam maupun di luar kedinasan. Hal tersebut diatur dalam Surat Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor: 047/KMA/SKB/IV/2009 – 02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
Ada 10 prinsip Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, yaitu berperilaku adil, berperilaku jujur, berperilaku arif dan bijaksana, bersikap mandiri, berintegritas tinggi, bertanggung jawab, menjunjung tinggi harga diri, berdisiplin tinggi, berperilaku rendah hati, dan bersikap profesional. Apabila dilanggar maka akan mendapatkan sanksi. Lalu apa saja sanksi seorang hakim yang melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim?
Berdasarkan Peraturan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor:02/PB/MA/IX/2012 / 02/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, Pasal 19 disebutkan bahwa terdapat tiga sanksi bagi hakim yang melakukan pelanggaran, yaitu sanksi ringan, sanksi sedang, dan sanksi berat.
Sanksi ringan terdiri dari teguran lisan, teguran tertulis, atau pernyataan tidak puas secara tertulis. Sementara sanksi sedang terdiri dari penundaan kenaikan gaji berkala paling lama satu tahun, penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala paling lama satu tahun, penundaan kenaikan pangkat paling lama satu tahun, hakim nonpalu paling lama enam bulan, mutasi ke pengadilan lain dengan kelas yang lebih rendah, atau pembatalan atau penangguhan promosi.
Sedangkan sanksi berat terdiri dari pembebasan dari jabatan, hakim nonpalu lebih dari enam bulan dan paling lama dua tahun, penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling lama tiga tahun, pemberhentian tetap dengan hak pensiun, atau pemberhentian tidak dengan hormat.
Selain itu, terhadap hakim yang diusulkan untuk dijatuhi pemberhentian tetap dan pembelaan dirinya telah ditolak oleh Majelis Kehormatan Hakim, dikenakan pemberhentian sementara berdasarkan keputusan Ketua Mahkamah Agung. Tingkat dan jenis sanksi yang dijatuhkan terhadap hakim yang terbukti melakukan pelanggaran berdasarkan tingkat dan jenis pelanggaran dapat disimpangi dengan mempertimbangkan latar belakang, tingkat keseriusan, dan atau akibat dari pelanggaran tersebut.
Pada Pasal 20 disebutkan, sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 19 berlaku untuk hakim karier pada pengadilan tingkat pertama dan pengadilan tingkat banding. Sementara terhadap hakim di lingkungan peradilan militer, proses penjatuhan sanksi diberikan dengan memperhatikan peraturan disiplin yang berlaku bagi prajurit Tentara Nasional Indonesia.
Sementara tingkat dan jenis sanksi yang berlaku bagi hakim ad hoc terdiri dari sanksi ringan berupa teguran tertulis, sanksi sedang berupa nonpalu paling lama enam bulan, dan sanksi berat berupa pemberhentian dengan hormat atau tidak dengan hormat dari jabatan hakim. Bagi Hakim Agung, sanksi terdiri dari sanksi ringan berupa teguran tertulis, sanksi sedang berupa nonpalu paling lama enam bulan, dan sanksi berat berupa pemberhentian dengan hormat atau tidak dengan hormat dari jabatan hakim.
HENDRIK KHOIRUL MUHID
Baca juga: Begini Cara Melaporkan Hakim yang Melanggar Kode Etik ke Komisi Yudisial