TEMPO.CO, Jakarta - Gempa dengan magnitudo 6,1 mengguncang warga Kepulauan Sangihe dan Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara, pada Sabtu, 22 Januari 2022, pukul 09.26 WIB. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kepulauan Sangihe melaporkan guncangan kuat berlangsung singkat, sekitar 3-4 detik.
Parameter gempa yang dikeluarkan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat gempa tersebut berpusat 39 km tenggara Melonguane, Sulawesi Utara, dengan kedalaman 12 km. Intensitas guncangan yang diukur dengan skala Modified Mercalli Intensity (MMI) menunjukkan III – IV MMI di Melonguane.
Melihat dari jenis dan mekanismenya, gempa yang terjadi merupakan jenis gempa bumi dangkal akibat adanya deformasi lempeng laut Maluku. BMKG menyebutkan bahwa hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa bumi memiliki mekanisme pergerakan naik mendatar atau oblique thrust.
"Di samping itu, pantauan hingga Sabtu, hingga pukul 11.30 WIB, sebanyak sembilan aktivitas gempa susulan terjadi atau aftershock dengan magnitudo terbesar magnitudo 4,5," kata Abdul.
Melihat analisis kajian inaRISK, Sulawesi Utara memiliki 15 kabupaten dengan potensi bahaya gempa kategori sedang hingga tinggi. Dua wilayah, Kepulauan Sangihe dan Talaud, termasuk wilayah dengan potensi bahaya tersebut.
Berdasarkan catatan gempa, Kepulauan Talaud pernah terdampak gempa yang merusak bangunan, seperti pada 1858, 1936, 1983 dan 2009. Pada Oktober 1983 gempa magnitudo 4,9 memicu guncangan dengan intensitasi V MMI yang menyebabkan tembok bangunan retak, sedang pada April 1936 gempa besar hingga menghasilkan intensitas guncangan VIII – IX MMI.
Kerusakan terjadi di Pulau Sangihe dan Talaud saat itu, sebanyak 127 rumah warga roboh. Sementara itu, pada Oktober 2009 terjadi gempa dengan magnitudo 7,4 dengan kedalaman 10 km. Saat itu, gempa ini memicu kerusakan 597 rumah warga Kepulauan Talaud, juga mengakibatkan 64 orang luka-luka.
Menyikapi potensi bahaya gempa, pemerintah daerah dan masyarakat diimbau untuk tetap waspada dan siap siaga. Fenomena gempa dapat terjadi setiap saat dan belum ada teknologi yang dapat memprediksi waktu terjadinya. "Selain potensi gempa, masyarakat di kawasan tersebut diharapkan juga siap siaga terhadap potensi bahaya lain, yaitu tsunami, yang dapat dipicu oleh gempa," tutur Abdul.