TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wasisto Raharjo Jati, menilai ucapan Fahri Hamzah tentang pembubaran Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah upaya meraih simpati publik. Ia menyebut serangan kepada MPR ini sebagai bentuk unjuk eksistensi Fahri Hamzah kendati tidak berada di lingkungan kekuasaan.
Wasisto mengatakan setidaknya ada dua alasan yang bisa menjadi latar belakang serangan Fahri Hamzah kepada MPR. Pertama, kata dia, serangan tersebut merupakan cara Fahri memperkenalkan Partai Gelora kepada publik. Wasisto menyebut ini sebagai bentuk deklarasi Fahri yang menyatakan dirinya siap kembali menduduki kursi Senayan dengan partai yang baru ia bentuk tersebut.
“Fahri Hamzah ini kan elit politik yang terbuang dari radar panggung politik pasca ditendang dari wakil ketua DPR, bisa jadi ini sebagai upaya Fahri agar bisa kembali menjadi anggota legislatif,” ujar Wasisto saat dihubungi Tempo pada Kamis, 20 Januari 2022.
Alasan kedua, serangan Fahri kepada MPR adalah luka lama yang kembali terbuka. Wasisto menduga Fahri Hamzah mengalami post-war syndrome. Sebagaimana yang diketahui sebelumnya, Fahri Hamzah sempat berkonflik dengan partai lamanya, PKS, sewaktu masih menjadi wakil rakyat. Dari konflik tersebut, Fahri diberhentikan secara tidak hormat oleh petinggi MPR yang berasal dari fraksi PKS.
“Ini sepertinya ada luka lama yang tebuka kembali, jadi ia ingin semua tahu kalau Fahri masih bisa eksis dengan Partai Gelora,” kata Wasisto.
Wasisto juga menjelaskan pembubaran MPR bisa jadi masalah baru bagi sistem pemerintahan di Indonesia. Sebab, ia berkata, tanpa adanya MPR besar potensi terjadinya persaingan kekuasaan yang bersifat inkonstitusional antara legislatif dengan eksekutif.
“MPR ini kan sebetulnya adalah lembaga yang dimaksudkan menjadi penengah antara eksekutif dan legislatif. Sebab MPR sendiri disimbolkan sebagai lembaga pemegang kedaulatan kekuasaan tertinggi di negara ini,” ujar Wasisto.
Beberapa waktu lalu, Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah, mengatakan sebaiknya MPR dibubarkan saja. Sabab, ia menilai, MPR saat ini tidak berjalan sebagaimana fungsi yang semestinya. Ia menyindir para anggota MPR lebih banyak menghabiskan waktu untuk urusan di luar pekerjaan mereka sebagai pejabat negara.
“Yang agak sibuk pimpinan MPR hanya mas Bambang saya lihat itu urus motor itu yang paling banyak hehe, jadi sebenarnya enggak ada itu kesibukan yang ditegakkan," ujar Fahri Hamzah beberapa waktu lalu.
MIRZA BAGASKARA