TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menggelar Operasi Tangkap Tangan atau OTT di Pengadilan Negeri atau PN Surabaya, Jawa Timur, pada Rabu, 19 Januari 2022.
Ekspert Rule of Law Index di World Justice Project untuk Indonesia, Erwin Natosmal Oemar, mengaku tidak terkejut dengan adanya OTT ini. "Sudah banyak survei yang menyatakan bahwa kondisi peradilan kita sudah parah," ujar dia dalam keterangannya pada Kamis, 20 Januari 2022.
Erwin mencontohkan, misalnya hasil Rule of Law Index World Justice Project 2021, di isu korupsi Indonesia nomor dua paling buncit di Asia Pasifik. Dilihat lebih dalam, salah satu faktor terendahnya adalah judicial corruption atau korupsi lembaga peradilan.
Problemnya, peneliti di Centra Initiative itu melanjutkan, selama ini masalah korupsi peradilan ini tidak pernah diselesaikan secara tuntas. Padahal dari data KPK terlihat bahwa hakim dan perangkat peradilan merupakan aktor terbanyak menyumbang korupsi peradilan. "Namun, sampai sekarang belum ada upaya struktur untuk merespon permasalahan ini dengan serius," tutur Erwin.
Komisi Yudisial, kata Erwin, tidak bisa masuk karena wewenangnya hanya mengawasi hakim, padahal ada aktor-aktor lain yang bermain, seperti panitera. "Namun kita tidak pernah serius mengevaluasi problem ini dengan tuntas. Akibatnya reformasi peradilan jalan di tempat," kata Erwin soal OTT ini.
Sebelumnya, KPK menangkap tiga orang dalam OTT di PN Surabaya. Yaitu hakim, panitera, dan pengacara yang diduga melakukan tindak pidana korupsi pemberian dan penerimaan uang terkait penanganan perkara.