TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung terus mendalami kasus dugaan pelanggaran hukum dalam pengelolaan satelit orbit 123 Bujur Timur yang dilakukan oleh Kementerian Pertahanan pada 2015. Selain memeriksa saksi, berbagai alat bukti juga mulai dikumpulkan.
"Sudah 11. Tapi karena ini di penyidikan kan pasti ada tindakan-tindakan lain. Pengumpulan dokumen, alat bukti lain," kata Jaksa Muda Pidana Khusus Febrie Adriansyah, saat ditemui di Komplek DPR, Jakarta Pusat, Senin, 17 Januari 2022.
Febrie menegaskan proses penyidikan sudah berjalan dan penyidik sudah punya rencana tahapan-tahapan berikutnya. Ia pun mengatakan kasus ini bisa naik ke tingkat penyidikan karena adanya audit tujuan tertentu (ATT) dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Sejak naik ke tingkat penyidikan pada Jumat, 14 Januari lalu, Kejaksaan belum menambah jumlah saksi yang telah diperiksa, yakni masih 11 orang. Febrie pun belum dapat memastikan apakah penyidik akan memeriksa sejumlah pejabat terkait yang menjabat saat kasus ini terjadi pada 2015 silam, seperti eks Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu.
"Belum sampai situ lah. Yang jelas kita lihat dari materil perbuatan. Ada beberapa yang sudah akan dipanggil," kata Febrie.
Kasus dugaan pelanggaran hukum itu terjadi saat Kementerian Pertahanan mengambil alih pengelolaan satelit untuk slot orbit 123 Bujur Timur dari Kementerian Komunikasi dan Informatika. Dengan dalih ingin membuat Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan), slot diambil alih dan diisi dengan satelit sewaan dari sejumlah perusahaan.
"Seharusnya ini menjadi kewenangan di Kemenkominfo, tetapi ketika ini dialihkan ke Kemenhan disitulah jadi masalah. Tapi kami melihatnya ini inisiatif dari pihak swasta," kata Febrie dalam konferensi pers Jumat lalu.
Baca: Mahfud Md Ungkap Alasan Kasus Satelit Orbit 123 Baru Dibuka Sekarang