Pada 9 Juli 2019, Pengadilan Arbitrase Inggris memutus Indonesia harus membayar denda sebesar Rp 515 miliar. Denda itu terkait dengan biaya sewa Satelit Artemis, biaya arbitrase, biaya konsultan, biaya filing satelit. Menurut Mahfud Indonesia telah membayar denda ini. "Jadi negara membayar 515 miliar untuk kontrak yang tidak ada dasarnya," kata Mahfud Md.
Belum selesai di situ, belakangan Navajo juga menggugat Indonesia. Kali ini di Pengadilan Arbitrase Singapura. Sama halnya dengan di Inggris, pengadilan juga memutus Indonesia harus membayar denda. Kali ini besarnya Rp 304 miliar.
Mahfud mengatakan jika dibiarkan, kasus ini akan terus merugikan Indonesia. Apalagi ada kemungkinan perusahaan lain yang terkait dengan kontrak juga akan menggugat Indonesia.
Mahfud pun mengadakan rapat dengan sejumlah kementerian dan lembaga, mulai dari Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny Plate, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa, hingga Jaksa Agung ST Burhanuddin. Hasilnya, saat ini kasus akan segera mulai diusut secara resmi.
Jumat, 14 Januari 2022 Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan bahwa kasus ini akan segera masuk ke tahap penyelidikan. Kasus akan ditangani oleh Jaksa Umum Pidana Khusus Kejaksaan Agung.
"Hari ini kami tandatangani surat perintah penyidikannya. Kemudian nanti kalau kasus posisinya apapun, tanyakan ke Jampidsus," kata Burhanuddin.
Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa pun menyebut ada indikasi awal beberapa personel TNI yang masuk dalam proses hukum. Ia pun berjanji untuk mendukung penegakan hukum terhadap anggotanya, jika memang terbukti bersalah.
Langkah penegakan hukum oleh pemerintah, kata dia, akan dimulai jika nama-nama anggota yang diduga terlibat sudah keluar. "Jadi kami menunggu untuk nama-namanya yang masuk dalam kewenangan kami," kata Andika ihwal kasus satelit orbit di Kementerian Pertahanan.
Baca: Terpojok Proyek Jenderal Scotch
MAJALAH TEMPO