TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia (IDI), Burhanuddin Muhtadi, mengapresiasi janji Pengurus Besar Nahdhlatul Ulama untuk tidak terlibat dalam politik praktis. Ia berharap PBNU dapat konsisten dengan janji tersebut kendati banyak politisi yang menjadi anggota dewan pengurus.
Burhanuddin berkata komposisi dewan pengurus PBNU 2022-2027 atau pada era kepemimpinan Yahya Cholil Staquf tergolong cukup besar. Sebab, kata dia, dewan kepengurusan yang baru tersebut seperti ingin menampilkan keterwakilan setiap kalangan.
“Kalau kita lihat ada ulama, ilmuwan, pejabat, aktivis terutama aktivis perempuan, bahkan termasuk di dalamnya politisi. Ini seperti PBNU ingin menjangkau semua kalangan dengan struktur ini,” kata Burhanuddin pada Kamis, 13 Januari 2022.
Terkait dengan politisi yang menjadi masuk menjadi petinggi di PBNU, Burhanuddin menilai hal itu hanya satu bagian segmen saja dan jumlahnya tidak dominan. Selain itu, para politisi yang digandeng untuk menjadi dewan pengurus terbilang cukup beragam dari sisi afiliasi politik mereka.
“Jadi kita harapkan hasrat berpolitik mereka di PBNU bisa ditekan sehingga mempersempit manuver politik di dalam kepengurusan,” ujarnya.
PBNU secara resmi telah mengumumkan susunan kepengurusan periode 2022-2027. Hal tersebut diumumkan langsung oleh Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya pada Rabu 12 Januari 2022. Sejumlah politisi mewarnai susunan kepengurusan tersebut, seperti Nusron Wahid dari Partai Golkar, Syaifullah Yusuf dari PKB, dan Mardani Maming dari PDIP.
Untuk nama Mardani Maming, Burhanuddin menyebut kemungkinan alasan terpilihnya sebagai bendahara umum PBNU. Ia berkata latar belakang Mardani yang merupakan pengusaha tambang di Kalimantan, mungkin menjadi pertimbangan.
“Jabatan bendahara umum ini kan mengorganisirkan uang dalam jumlah banyak. Jadi wajar saja jika ia terpilih,” kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia soal pengurus PBNU.
Baca: Indikator Politik Nilai Belum Ada Kandidat Capres 2024 yang Menonjol
MIRZA BAGASKARA