TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, mengungkap sejumlah tantangan dalam penanganan kasus kekerasan. Menurut Menteri PPPA, salah satunya ialah menjalankan fungsi sebagai layanan rujukan akhir.
“Ada keterbatasan kami yang dibentengi oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 mengenai Pemerintah Daerah. Mana yang boleh kami eksekusi langsung, mana yang sebatas koordinasi yang bisa kita lakukan,” kata Bintang dalam keterangannya, Kamis, 13 Januari 2022.
Bintang mengatakan sejak 2020 Kementerian PPPA mendapatkan tambahan fungsi implementatif sebagai pelayanan rujukan akhir. Dalam pelaksanaannya, ia menemukan adanya celah meningkatnya jumlah korban dan keluarga yang mampu membuka suara dengan ketersediaan lembaga yang menangani.
Tantangan berikutnya adalah adanya celah antara kualitas kekerasan yang makin beragam dan kualitas penanganan. Tantangan berikutnya ialah celah antara keluasan cakupan wilayah dan sistem penanganan dengan efektif, cepat, dan sinergis.
Melihat ketiga tantangan tersebut, Menteri Bintang Puspayoga mengatakan bahwa dari aspek penanganan, korban kekerasan belum memperoleh keadilan secara cepat dan mudah. “Serta mendapatkan pemulihan yang diperlukan,” ujarnya.
Meski menghadapi tantangan, Menteri PPPA menegaskan telah melakukan berbagai aksi nyata dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dengan menggunakan prinsip cepat, komprehensif, dan terintegrasi. Misalnya, pengembalian anak-anak asal Cianjur yang dijual ke Nusa Tenggara Timur dan pendampingan kasus kekerasan seksual dan eksploitasi pada anak di Jakarta.
Baca: Vonis Kasus Kekerasan terhadap Jurnalis Nurhadi Dinilai Setengah Hati, Sebab..
FRISKI RIANA