TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers menilai masih setengah hatinya Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dalam memvonis terdakwa kasus kekerasan terhadap jurnalis Tempo Nurhadi pada Rabu, 12 Januari 2022. Kedua terdakwa merupakan anggota kepolisian, yaitu Brigadir Kepala Purwanto dan Brigadir Muhammad Firman Subkhi
Direktur LBH Pers, Ade Wahyudi menjelaskan, setengah hati ini karena Majelis Hakim hanya mengenakan pasal soal penghalang-halangan kerja pers semata, dan luput mencakup pada kekerasan yang dilakukan terdakwa.
"Putusan ini masih putusan setengah hati. Kami melihat masih belum maksimal yang sebenarnya masih sangat mungkin putusan ini dimaksimalkan," tutur Ade saat dihubungi, Kamis, 13 Januari 2022.
Ade menuturkan, dari alur proses persidangan, pada dasarnya Jaksa Penuntut Umum telah mendakwakan lebih dari satu pasal. Selain pasal di Undang-Undang Pers, juga ada pasal di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Sebagaimana diketahui, Jaksa penuntut Winarko dalam nota tuntutannya telah berujar, dua anggota polisi aktif itu dinilai terbukti melanggar Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP.
Baca Juga:
Sementara itu, Majelis Hakim hanya menyatakan, kedua terdakwa, yaitu Brigadir Polisi Kepala Purwanto dan Brigadir Muhammad Firman Subkhi terbukti melanggar Pasal 18 ayat (1) UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers.
"Yang hanya UU Pers dituntut 1 tahun 6 bulan kemudian putusan turun lagi jadi hanya 10 bulan. Nah jadi ini tidak terlihat progresifitasnya, harusnya hakim bisa melihat itu lebih jernih," tegas Ade.
Di sisi lain, menurutnya, ketika Majelis Hakim telah membuktikan bahwa kedua terdakwa melanggara pasal penghalang-halangan kerja pers, seharusnya Majelis Hakim tidak luput melihat alur kronologi penghalangan yang dilakukan.
"kalau penghalangannya saja sudah pasti artinya ada tindakan lain, bentuk penghalangannya itu adalah kekerasan, kekerasannya itu yang luput diperiksa Majelis Hakim," ungkap dia.
Meski demikian, Ade mengakui bahwa proses persidangan kasus Nurhadi ini merupakan tonggak sejarah dalam penanganan kasus kekerasan yang dilakukan aparat negara terhadap pers. Persidangan ini dinilainya cukup bagus.
"Tapi saya harap masih bisa lebih dari UU Pers karena tadi bahwa ini ada pidana lain yakni penganiayaan. Jadi ini saya lihat Pengadilan Negeri Surabaya dalam kasus ini masih setengah hati," tuturnya.
Baca: Sederet Kejanggalan Persidangan Kasus Penganiayaan Jurnalis Nurhadi