TEMPO.CO, Jakarta - Perbincangan tentang hukuman kebiri kimia kembali menyeruak di masyarakat. Hal ini dipicu oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Barat yang memberikan tuntutan maksimal berupa hukuman mati dan kebiri kimia kepada terdakwa pelaku pemerkosa 13 santri, Herry Wirawan.
Dasar hukum kebiri kimia di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Perubahannya. Selain itu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak.
Dalam Pasal 1 ayat 2 PP Nomor 70 Tahun 2020, dijelaskan bahwa tindakan kebiri kimia adalah pemberian zat kimia melalui penyuntikan atau metode lain. Hukuman kebiri ini dilakukan kepada pelaku yang pernah dipidana karena melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
“Sehingga menimbulkan korban lebih dari satu orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, untuk menekan hasrat seksual berlebih, yang disertai rehabilitasi,” demikian salinan aturan tersebut.
Merujuk Pasal 5, hukuman kebiri kimia dikenakan untuk jangka waktu paling lama dua tahun. Tindakan kebiri kimia harus dilakukan oleh petugas yang memiliki kompetensi. Kemudian dalam pelaksanaannya, tindakan kebiri kimia akan dilakukan dalam tiga tahapan, penilaian klinis, dan kesimpulan, sebagaimana diatur dalam Pasal 6.
Pada tahapan penilaian klinis, akan dilakukan oleh petugas yang memiliki kompetensi di bidang medis dan psikiatri. Selain itu, juga harus berasal dari koordinasi Kementerian Kesehatan dengan pihak kejaksaan. Penilaian klinis meliputi wawancara klinis dan psikiatri, serta pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Selanjutnya, pada tahap kesimpulan, akan memuat hasil dari penilaian klinis yang memastikan kelayakan pelaku persetubuhan terhadap anak untuk dikenakan tindakan kebiri kimia tersebut. Terakhir adalah tahapan pelaksanaan kebiri kimia kepada pelaku.
Dikutip dari law.ui.ac.id, jika dalam kesimpulan atas penilaian klinis menyatakan bahwa pelaku persetubuhan terhadap anak tidak layak untuk dikenakan tindakan kebiri kimia, maka pelaksanaan tindakan kebiri kimia ditunda paling lama enam bulan.
Dalam masa penundaan itu, akan dilakukan penilaian klinis ulang dan kesimpulan ulang untuk memastikan kelayakannya kembali. Apabila masih dinyatakan tidak layak, jaksa akan memberitahukan secara tertulis kepada pengadilan tingkat pertama untuk memutus perkara.
Sementara itu, jika penilaian dan kesimpulan ulang menyatakan bahwa pelaku kekerasan seksual terhadap anak dinyatakan layak dikebiri kimia, maka dalam jangka waktu paling lama tujuh hari kerja, jaksa akan memerintahkan psikiater untuk melaksanakan kebiri kimia.
Pelaksanaan tindakan kebiri kimia akan dilakukan di rumah sakit milik pemerintah atau rumah sakit daerah yang ditunjuk. Pun dihadiri oleh jaksa, perwakilan dari Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Sosial, dan Kementerian Kesehatan.
HARIS SETYAWAN
Baca juga: Selain Hukuman Mati, Herry Wirawan Juga Dituntut Kebiri Kimia