Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Soedjatmoko Diplomat Ulung, Mantan Rektor Universitas PBB Wafat Saat Beri Kuliah

Reporter

image-gnews
R Soedjatmoko. Wikipedia
R Soedjatmoko. Wikipedia
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Pada 10 Januari bertepatan dengan kelahiran Soedjatmoko, mantan Rektor Universitas Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) Tokyo, Jepang. Bung Koko lahir pada tahun 1922 ini juga merupakan seorang intelektual, diplomat, dan politikus Indonesia.

Melansir dari p2k.itbu.ac.id ia berasal dari keluarga bangsawan dan terlahir dengan nama Soedjatmoko Mangoendiningrat di Sawahlunto, Sumatera Barat. Soedjatmoko meninggal pada 21 Desember 1989 ketika sedang menyampaikan kuliahnya di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Ia wafat di usia 67 tahun karena serangan jantung.

Pria yang juga dikenal dengan nama panggilan Bung Koko ini merupakan anak kedua dari pasangan Saleh Mangoendiningrat dan Isnadikin. Ayahnya ialah seorang dokter keturunan bangsawan Jawa asal Madiun, sedangkan ibunya adalah seorang ibu rumah tangga asal Ponorogo. Suami istri ini juga memiliki tiga orang anak serta dua anak angkat. Bersama keluarganya, Soedjatmoko yang kala itu usianya menginjak dua tahun, pindah Ke Belanda setelah sang ayah memperoleh beasiswa untuk belajar selama lima tahun.

Kemudian setelah kembali ke Indonesia, ia meneruskan sekolahnya di suatu sekolah dasar di Manado, Sulawesi Utara. Kemudian hingga lulus tahun 1940, Soedjatmoko menempuh pendidikan di HBS Surabaya. Di sekolah tersebut, ia berkenalan dengan bahasa Latin dan Yunani Kuno, salah seorang gurunya juga memperkenalkan Soedjatmoko dengan kesenian Eropa. Setelah itu, ia lanjut bersekolah kedokteran di Batavia, yang sekarang adalah Jakarta. Soedjatmoko tertarik dengan masalah kemiskinan setelah melihat kawasan kumuh di Jakarta, kemudian topik tersebut ia teliti. 

Dikelurkan Sekolah Zaman Jepang

Namun tahun 1943, setelah Jepang menempati Indonesia, Soedjatmoko dikeluarkan dari sekolahnya. Hal ini dikarenakan ia berkerabat dengan Sutan Sjahrir yang merupakan suami sang kakak yakni Siti Wahyunah, yang protes terhadap pendudukan Jepang. Soedjatmoko kemudian pindah ke Surabaya setelah dikeluarkan. Di sana, ia tertarik dengan sosialisme setelah membaca sejarah Barat dan pengetahuan politik yang menjadi pemicunya. Soedjatmoko juga bekerja di rumah sakit milik sang ayah. 

Soedjatmoko dikehendaki menjadi Wakil Kepala Anggota Pers Asing di Kementerian Penerangan, setelah Indonesia merdeka. Sjahrir yang telah menjadi Perdana Menteri Indonesia menginginkan Soedjatmoko dan dua sahabatnya mendirikan jurnal mingguan berbahasa Belanda, Het Inzicht sebagai tanggapan atas Het Uίtzicht (pandangan) yang disponsori oleh Belanda, pada tahun 1946. Tahun selanjutnya, mereka menerbitkan jurnal sosialis Siasat yang juga diterbitkan setiap minggu. Dalam kurun waktu tersebut, Soedjatmoko mulai tidak memakai nama Mangoendiningrat, karena nama sang ayah membuat ia teringat akan aspek feudalisme dalam akal budi Indonesia.

Tahun 1947, Soedjatmoko dikirm oleh Sjahrir ke New York sebagai anggota delegasi pengamat Indonesia di PBB yang kemudian sampai di Amerika Serikat (AS) setelah singgah di Singapura dan Filipina. Ketika di Filipina, Presiden Manuel Roxas menjamin bahwa negaranya akan mendukung Indonesia di PBB. Di New York, Soedjatmoko beserta kelompoknya tinggal di Lake Success, yang merupakan lokasi sementara PBB kala itu, kemudian mengikuti debat pengakuan Indonesia oleh negara lain. 

Menjelang akhir waktunya di New York, Soedjatmoko masuk di Littauer Center milik Harvard. Hal ini karena kala itu ia masih menjadi anggota delegasi PBB, sehingga harus pulang pergi selang New York dan Boston selama tujuh bulan masa kuliahnya. Setelah dibebastugaskan dari delegasi, Soedjatmoko menghabiskan nyaris satu tahun di Littauer Center. Ini membuat kuliahnya terganggu, sebab selama tiga bulan ia menjadi chargé d'affaires yang pertama untuk Indonesia di anggota Hindia Belanda di Kedutaaan Besar Belanda di London, Inggris. Soedjatmoko menjabat sementara selagi kedutaan besar Indonesia dibentuk.

Soedjatmoko pindah ke Washington D.C. untuk mendirikan seksi politik di Kedutaan Besar Republik Indonesia di kota itu tahun 1951, serta menjadi Wakil Indonesia Alternat di PBB. Kemudian ia mengundurkan diri dari Litteaur Center karena jadwal padat yang membutuhkan banyak waktu untuk perjalanan selang tiga kota itu, dan itu dirasa terlalu berat. Akhir tahun 1951, ia juga mengundurkan diri dari pekerjaan lainnya dan pergi ke Eropa selama sembilan bulan, mencari ilham politik. Di Yugoslavia, Soedjatmoko berjumpa dengan Milovan Djilas yang membuatnya kagum.

Soedjatmoko kembali menjadi redaktur Siasat setelah kembali ke Indonesia. Pada 1952, ia menjadi salah satu pendiri harian Pedoman yang dimiliki Partai Sosialis Indonesia (PSI), disusul oleh pendirian jurnal politik Konfrontasi. Soedjatmoko juga turut serta mendirikan Penerbit Pembangunan yang dipimpinnya hingga tahun 1961. Kemudian ia bergabung dengan PSI pada tahun 1955, dan pada tahun yang sama terpilih sebagai anggota Konstituante.

Dalam Konstituante, Soedjatmoko bertugas hingga badan itu dihapuskan pada tahun 1959. Sebelumnya pada tahun 1955, ia menjadi anggota delegasi Indonesia di Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika. Soedjatmoko juga mendirikan Indonesian Institute of World Affairs dan menjadi sekretaris umum selama empat tahun. Menikah dengan Ratmini Gandasubrata pada tahun 1958, mereka memiliki tiga anak perempuan.

Pada 1960, Soedjatmoko menjadi salah satu pendiri Liga Demokratik yang berusaha untuk mempromosikan demokrasi di Nusantara. Saat upaya itu tidak berhasil, Soedjatmoko kembali ke AS dan menjadi dosen di Universitas Cornell di Ithaca, New York. Saat kembali ke Indonesia tahun 1962, untuk menghindar dari persoalan dengan pemerintah, ia secara suka rela memilih tidak bekerja hingga tahun 1965. Ketika ia menjadi salah satu editor buku An Introduction to Indonesian Historiography.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Setelah Gerakan 30 September tahun 1965 gagal, Soedjatmoko kembali berkontribusi untuk negara. Tahun 1966, ia menjadi wakil ketua delegasi Indonesia pada PBB. Kemudian tahun selanjutnya, ia ditugaskan menjadi penasihat untuk delegasi PBB dan juga untuk Menteri Luar Negeri Adam Malik. Ia juga menjadi anggota International Institute for Strategic Studies, sebuah wadah pemikir di London.

Duta Besar Amerika Serikat

Tahun 1968 hingga 1971, Soedjatmoko menjadi Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat. Selama menjabat sebagai duta besar, ia memperoleh beberapa gelar doktorat honoris causa (honorer) dari beberapa universitas di Amerika, di selangnya Cedar Crest College pada 1969 dan Universitas Yale pada tahun 1970. Soedjatmoko juga menerbitkan satu buku lagi yaitu Southeast Asia Today and Tomorrow (Asia Tenggara: Kini dan Esok; 1969).

Setibanya di Indonesia tahun 1971, Soedjatmoko menjadi Penasihat Khusus Urusan Akal budi dan Sosial untuk Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Hingga tahun 1976, ia juga menjadi anggota dewan International Institute for Environment and Development yang berbasis di London.

Sebelumnya di tahun 1972, ia juga terpilih sebagai anggota dewan direktur Ford Foundation dan mendudukinya selama dua belas tahun. Pada tahun itu juga, Soedjatmoko merupakan Gubernur Asian Institute of Management selama dua tahun. Tahun selanjutnya, ia menjadi Gubernur International Development Research Centre.

Pada 1974, Soedjatmoko dituduh sudah merencanakan kejadian Malari yang terjadi pada bulan Januari di tahun itu, berdasarkan pada dokumen palsu. Malari sendiri merupakan suatu kejadian saat mahasiswa melakukan demonstrasi dan akhirnya massa berhuru-hara di tengah kunjungan Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka. Kemudian selama dua setengah Minggu Soedjatmoko ditahan guna introgasi, dan selama dua setengah tahun tidak diberi izin meninggalkan Indonesia

Lalu pada 1978, Soedjatmoko menerima Penghargaan Ramon Magsaysay untuk Hubungan Internasional yang biasanya disebut Nobel Prize untuk Asia. Menanggapi penghargaan tersebut, ia merasa rendah hati karena kesadarannya terkait sumbangan sekecil apapun yang ia lakukan masih jauh semakin kecil daripada persoalan kemiskinan dan kesengsaraan manusia di Asia.

Soedjatmoko pindah ke Tokyo, Jepang pada 1980. Kemudian pada September 1980, ia mulai menjabat sebagai Rektor Universitas PBB hingga 1987, menggantikan James M. Hester. Selama berada di Jepang, Soedjatmoko menerbitkan dua buku lagi yakni The Primacy of Freedom in Development dan Development and Freedom. Ketika tahun 1985, ia menerima penghargaan Asia Society Award, dan pada tahun berikutnya ia memleroleh Universities Field Staff International Award untuk Distinguished Service to the Advancement of International Understanding.

PUSPITA AMANDA SARI

Baca: Pengalaman Koko di PBB

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Unika Santo Thomas Sumatera Utara Nyatakan Sihol Situngkir Tersangka TPPO Tak Lagi Jabat Rektor Sejak 2022

6 jam lalu

Ilustrasi TPPO. Shutterstock
Unika Santo Thomas Sumatera Utara Nyatakan Sihol Situngkir Tersangka TPPO Tak Lagi Jabat Rektor Sejak 2022

"Bapak Sihol Situngkir sudah tidak menjabat lagi sebagai rektor di Unika Santo Thomas," kata Maidin,


Biden, Obama dan Clinton Dicemooh karena Bela Israel dalam Penggalangan Dana Terbesar Demokrat

8 jam lalu

Presiden AS Joe Biden besama mantan presiden AS Barack Obama meninggalkan Air Force One di Bandara Internasional John F Kennedy di New York, AS 28 Maret 2024. REUTERS
Biden, Obama dan Clinton Dicemooh karena Bela Israel dalam Penggalangan Dana Terbesar Demokrat

Joe Biden, Barack Obama dan Bill Clinton dicemooh demonstran atas dukungannya terhadap serangan Israel ke Gaza


Deretan Kontroversi Diva Nyentrik Lady Gaga

11 jam lalu

Lady Gaga dan Joaquin Phoenix dalam film Joker: Folie a Deux. Foto: Instagram/@toddphillips
Deretan Kontroversi Diva Nyentrik Lady Gaga

Lady Gaga, diva bernama asli Stefani Joanne Agelina Germanotta ini juga kerap mendulang atensi karena sederet kontroversinya.


Rusia Klaim Punya Bukti Nasionalis Ukraina Terhubung dengan Serangan Moskow

11 jam lalu

Seorang tersangka penyerangan penembakan di tempat konser Balai Kota Crocus dikawal di dalam pengadilan distrik Basmanny di Moskow, Rusia 24 Maret 2024. REUTERS/Shamil Zhumatov
Rusia Klaim Punya Bukti Nasionalis Ukraina Terhubung dengan Serangan Moskow

Rusia mengatakan menemukan bukti bahwa pelaku yang membunuh lebih dari 140 orang di gedung konser dekat Moskow terkait dengan "nasionalis Ukraina."


Lady Gaga: Diva Nyentrik yang Menapaki 38 Tahun

12 jam lalu

Lady Gaga saat menghadiri acara Piala Oscar di Hollywood, Los Angeles, California, 13 Maret 2023. REUTERS/Eric Gaillard
Lady Gaga: Diva Nyentrik yang Menapaki 38 Tahun

Bintang nyentrik Lady Gaga, penyanyi, penulis lagu dan aktris kini tengah dinanti aktingnya di film Joker: Folie a Deux yang masuk proses tahap akhir.


Jenderal AS: Kami Tak Bersedia Beri Israel Senjata Apa Pun yang Diinginkan Saat Ini

12 jam lalu

Jenderal Charles Q. Brown Junior. REUTERS
Jenderal AS: Kami Tak Bersedia Beri Israel Senjata Apa Pun yang Diinginkan Saat Ini

Jenderal militer AS mengatakan bahwa Washington belum memberikan semua senjata yang diminta Israel, karena AS tidak bersedia memberikannya saat ini


Top 3 Dunia: Dugaan WNI di Kapal Penabrak Jembatan Baltimore, Warga AS Tak Setujui Serangan Israel

15 jam lalu

Bagian dari jembatan Francis Scott Key yang runtuh setelah ditabrak kapal kontainer Dali di Baltimore, Maryland, AS, 26 Maret 2024. Insiden ini menyebabkan sebagian besar Jembatan Francis Scott Key runtuh yang menyebabkan beberapa kendaraan yang melintasi terperosok ke Sungai Patapsco. U.S. Army Corps of Engineers/Handout via REUTERS
Top 3 Dunia: Dugaan WNI di Kapal Penabrak Jembatan Baltimore, Warga AS Tak Setujui Serangan Israel

Top 3 dunia adalah Kemlu dalami dugaan adanya WNI di kapal penabrak di Baltimore, warga AS tak setuju serangan Israel, jenazah ABK WNI dipulangkan.


Ragam Respons Atas Resolusi DK PBB Agar Gencatan Senjata di Gaza Selama Ramadan

22 jam lalu

Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) akhirnya menyetujui resolusi gencatan senjata segera antara Israel dan kelompok militan Palestina Hamas.
Ragam Respons Atas Resolusi DK PBB Agar Gencatan Senjata di Gaza Selama Ramadan

Resolusi DK PBB ini disahkan dengan skor 14-0 usai Amerika Serikat abstain, tidak menggunakan hak vetonya.


WNI Disebut Jadi Kapten Kapal Penabrak Jembatan Baltimore, Ini Penjelasan Kemlu

1 hari lalu

Pemandangan udara dari kapal kargo Dali yang menabrak Jembatan Francis Scott Key, menyebabkannya runtuh di Baltimore, Maryland, AS, 26 Maret 2024. Maryland National Guard/Handout via REUTERS
WNI Disebut Jadi Kapten Kapal Penabrak Jembatan Baltimore, Ini Penjelasan Kemlu

Kementerian Luar Negeri menjelaskan ihwal WNI yang disebut menjadi kapten kapal yang menabrak jembatan di Baltimore, Amerika Serikat.


Survei: Mayoritas Warga Amerika Serikat Kini Menentang Serangan Israel ke Gaza

1 hari lalu

Puluhan demonstran pro-Palestina mengangkat telapak tangan mereka saat rapat Kongres Amerika Serikat di Capitol Hill, Washington, AS, 31 Oktober 2023. Puluhan demonstran pro-Palestina menyerbu rapat Kongres Amerika Serikat yang tengah membahas bantuan dana untuk Israel yang masih berperang dengan Hamas. REUTERS/Kevin Lamarque
Survei: Mayoritas Warga Amerika Serikat Kini Menentang Serangan Israel ke Gaza

55% warga Amerika Serikat tidak menyetujui respons militer Israel ke Gaza, menurut jajak pendapat terbaru Gallup