TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia merespons peleburan sejumlah lembaga riset, salah satunya Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), ke dalam Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN). Peleburan itu membuat sejumlah pegawai dan peneliti yang berstatus bukan Pegawai Negeri Sipil dipecat dari lembaga tersebut.
Anggota Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan negara seharusnya menghargai peran mereka dalam memajukan pengetahuan di Indonesia. “Negara harus menghargai jerih payah dan upaya kawan-kawan semua,” kata Beka di kantornya, Jakarta, Rabu, 5 Januari 2022.
Beka mengatakan meskipun temuan para peneliti itu jarang muncul ke media massa, namun dia yakin hasil riset mereka berperan pada kemajuan Indonesia. “Hasil riset mereka pasti membantu Indonesia lebih maju,” kata Beka.
Komnas HAM baru saja menerima aduan dari sejumlah pegawai Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi yang terkena pemberhentian kerja imbas peleburan dengan BRIN. Mereka adalah yang berstatus pegawai pemerintah nonPNS. Diperkirakan ada ratusan pegawai dan peneliti dari BPPT yang dipecat karena peleburan ini.
Salah satu pegawai yang dipecat adalah Rudy Jaya, eks peneliti dari Balai Bioteknologi BPPT. Pria 45 tahun tersebut telah bekerja di BPPT selama 16 tahun. Rudy mengaku pernah bergabung dalam riset kemandirian bahan baku obat. “Alhamdulillah di situ saya terlibat,” kata dia.
Selain Rudy, Kapten Kapal Riset Baruna Jaya IV Ishak Ismail juga terkena pemecatan. Dia sudah bekerja di BPPT selama 19 tahun. Ishak bersama awak kapalnya terlibat dalam pencarian black box pesawat Sriwijaya Air SJ 182.
Baca: Mengadu ke Komnas HAM, Eks Pegawai BPPT Ingin Kembali Kerja