TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Tjahjo Kumolo, menyebut bahwa dirinya tidak akan mencabut Surat Edaran Nomor 27 Tahun 2021 tentang Peran Serta Pegawai ASN sebagai Komponen Cadangan dalam Mendukung Upaya Pertahanan Negara.
Kendati, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara (PSDN), yang menjadi landasan hukum surat edaran itu, sedang diuji di Mahkamah Konstitusi.
"Enggak (akan dicabut). Enggak apa-apa, biar aja, kalau nanti MK ada putusan, ya kami evaluasi," ujar Tjahjo Kumolo saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta pada Senin, 3 Januari 2022.
Dalam surat edaran tersebut, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara meminta pejabat pengambil keputusan mendorong dan memberikan kesempatan kepada ASN untuk mengikuti pelatihan komponen cadangan. Sifat pelatihan ini tidak wajib, tapi sukarela.
Menurut Tjahjo, pelatihan komponen cadangan bagi ASN diperlukan untuk mendisiplinkan aparatur negara tersebut. "Kami ingin mendisiplinkan ASN. Walaupun tidak harus seperti TNI/Polri, tapi ASN itu harus disiplin, harus profesional, taat pada perintah, harus memahami dasar negara dan sebagainya," ujar Thahjo.
Menurutnya, rapat badan kepegawaian setiap bulan kerap menemukan masalah ASN yang tidak disiplin, tidak profesional, tidak taat asas sehingga harus diberhentikan.
"Masih ada yang tidak taat asas, penyalahgunaan wewenang, masih ada terkena paham radikalisme, masih banyak KKN. ASN itu mereka digaji negara, digaji oleh rakyat untuk melayani masyarakat, ndak bisa seenaknya sendiri," ujar politikus PDIP itu. "Pelatihan ini bagian dari reformasi birokrasi"
Masyarakat sipil menentang langkah pemerintah mendorong ASN mengikuti pelatihan komponen cadangan. Mereka menganggap agenda pemerintah itu merupakan bentuk militerisasi pegawai negeri sipil seperti pada zaman Orde Baru. Hal tersebut dinilai berpotensi mengganggu kerja-kerja ASN sebagai pelayan publik dan justru bertentangan dengan semangat reformasi.
"Memang ini akhirnya upaya militerisasi dan bertentangan dengan semangat reformasi," ujar Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati pada Jumat, 31 Desember 2021.
DEWI NURITA | AVIT HIDAYAT